Penulis
Puluhan tahun fakta di balik peristiwa 1965 terkunci rapat. Ia hanya mengalir dari ruang kelas kedokteran satu ke kelas kedokteran yang lain. Intisari September 2009 dalam judul “Saksi Bisu dari Ruang Forensik” mencoba mengurai itu; mengungkap fakta-fakta yang tersembunyi di balik bangsal-bangsal forensik.
Intisari-Online.com -Salah satu anggota tim forensik yang berusaha membeberkan apa yang sebenarnya terjadi pada para jenderal yang menjadi korban G30S adalah dr. Lim Joe Thay.
Lim tak pernah risau karena puluhan tahun tidak bisa mengungkapkan kebenaran. Ia masih bisa bercerita pada murid-muridnya di bangku kuliah kedokteran forensik. Terkadang ia prihatin, karena ada bagian keping sejarah yang salah dan tak pernah berusaha diluruskan, tapi terus beredar di masyarakat.
Meski sudah beberapa media mencoba mengungkap kasus tersebut, tapi tidak ada upaya sungguh-sungguh dari pemerintah untuk meluruskannya. Tapi, suatu saat Arsip Nasional RI pernah menghubunginya untuk meminta konfirmasi terkait apa yang dia dapat di bangsal forensik malam itu.
Lim termasuk yang paling keras soal laporan ini. Ia menuliskan apa yang didapat meski “tak berguna” karena tekanan rezim. Laporannya baru benar-benar terpakai saat seorang Indonesianis dari Cornell University, Benedict Anderson, saat menulis “How Did the Generals Die?” yang ia muat di jurnal Indonesia pada 1987.
Akibat kegigihannya itu, Lim juga pernah ditelepon oleh salah satu putri korban. Lim dimarah-marahi karena dianggap berusaha menghilangkan kenyataan telah terjadi penyiksaan terhadap para jenderal. Lalu munculnya quote sakti itu dari dr. Lim, “Meluruskan fakta sejarah tidak akan mengurangi derajat kepahlawan para Pahlawan Revolusi.”
Belakangan, Lim baru mengetahu kenapa putri jenderal itu marah, karena si putri membaca sebuah artikel majalah yang keliru mengutip kalimat Lim. Akibatnya, Lim kena semprot.