Find Us On Social Media :

Mengenang G30S: Pasca Penculikan, Kehidupan Anak Jenderal Berubah Total (2)

By Tjahjo Widyasmoro , Selasa, 1 Oktober 2013 | 05:30 WIB

Mengenang G30S: Pasca Penculikan, Kehidupan Anak Jenderal Berubah Total (2)

Tulisan ini diambil dari artikel “Jalan Damai Anak-Anak Korban Konflik 1965” (Intisari, September 2004)

----------------------------

Intisari-Online.com - Peristiwa G30S mengubah kehidupan jutaan rakyat Indonesia. Terutama bagi mereka yang kehilangan sanak keluarganya, akibat peristiwa pembantaian massal ratusan ribu orang. Tak terkecuali di dalamnya, keluarga dari para Jenderal yang kala itu juga menjadi korban.

Amelia Yani, putri Letnan Jenderal Achmad Yani, salah satu Pahlawan Revolusi, kala itu baru berusia 16 tahun. Hari-hari yang kemudian dilaluinya, tidak bisa lepas dari derai air mata dan tekanan psikologis. Kesedihannya bukan hanya karena ia menyaksikan peristiwa keji itu secara langsung. Selama beberapa waktu kemudian, ia selalu bisa merasakan bau kematian karena ia tetap tinggal di rumah tempat terjadinya peristiwa itu, di Jalan Lembang, Jakarta Pusat.

Jika hari telah gelap, Amelia merasakan rumahnya begitu sunyi mencekam. Sosok ayahnya yang berwibawa, kadang penuh canda, atau kali lain masih seibuk bekerja dengan stafnya hingga larut malam, mendadak hilang.

Taraf kehidupan keluarganya menurun drastis. Segala fasilitas ayahnya dicabut, sehingga harus hidup prihatin. Ia menepis anggapan bahwa keluarga Achmad Yani mendapat fasilitas dari keluarga Soeharto sehingga tetap dapat hidup enak. “Tidak. Ibu selalu menanamkan untuk tidak begini,” kata Amelia dengan tangan menengadah.

Pukulan terberat dirasakan ibunya, Yayu Ruliah Sutodiwiryo, karena saat penculikan terjadi tidak berada di rumah akibat masalah rumah tangga. “Kalau sore, kami mencari di mana ibu. Sering kami jumpai beliau ada di ruangan tempat menggantung semua baju-baju bapak. Beliau sering menangis sambil memegangi baju bapak yang ada bekas darahnya!” kenang Amelia. Akibat sering menyaksikan itu, Amelia harus berkonsultasi dengan psikiater dari Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat selama setahun.

Seiring bergulir waktu dan kedewasaanya, barulah Amelia menyadari bahwa ia sebenarnya tidak sendirian. Selain keluarga Pahlawan Revolusi, pada posisi bersebarangan, jutaan anak-anak lain juga merasakan duka yang sama. Orangtua atau sanak saudara mereka menghilang karena dipenjarakan atau bahkan dibunuh tanpa alasan jelas. “Saya bisa merasakan apa yang mereka rasakan. Rasa kehilangan itu pastilah sama, tapi mereka pastinya lebih berat” kata Amelia berempati.