Penulis
Intisari-Online.com - Sebuah riset yang dilakukan oleh Kebin Baines dari University of Wisconsin-Madison dan Mona Delitsky dari California Speciality Engineering di Flintridge menemukan adanya hujan berlian di Jupiter dan Saturnus.
Keduanya memaparkan hasil penelitiannya di pertemuan divisi Ilmu Keplanetan pada American Astronomical Society yang berlangsung di Denver, Colorado, Senin (8/10/2013) lalu.
Menurut dua peneliti itu, seperti diberitakan Nature, Rabu (9/20/2013), petir merombak metana yang terdapat di atmosfer Saturnus dan Jupiter, kemudian membebaskan atom karbon penyusunnya.
Atom karbon yang dibebaskan kemudian berikatan satu sama lain, membentuk jelaga. Ketika semakin turun ke bawah lapisan atmosfer, karena suhu dan tekanan yang lebih tinggi, jelaga berubah menjadi grafit dan selanjutnya menjadi berlian.
Semakin turun, suhu di Jupiter dan Saturnus bisa mencapai 8.000 derajat celsius. Berlian yang semula padat bisa berubah menjadi cair, menjelma sebagai hujan berlian.
Baine mengatakan, di Saturnus, berlian bisa terbentuk pada kedalaman atmosfer 6.000 hingga 30.000. Menurutnya, Saturnus bisa menghasilkan 10 juta ton berlian dengan sebagian besar ada dalam bentuk batuan yang ukurannya tak lebih dari satu milimeter.
"Kalau Anda punya robot di sana, robot itu cukup duduk dan akan mengoleksi berlian yang berjatuhan," kata Baines.
Dalam pandangan dua Baines dan Delitsky, pada tahun 2049, manusia bisa mengoleksi berlian di Saturnus dan menggunakannya untuk membuat wahana superkuat guna mengambil helium 3 untuk bahan bakar.
Menanggapi penelitian Baines dan Delitsky, David Stevenson dari California Institute of Technology mengatakan bahwa dirinya meragukan riset itu.
Menurutnya, metana di Jupiter dan Saturnus rendah, hanya 0,2 dan 0,5 persen. Jadi, seperti gula dan garam dalam air, bila jelaga terbentuk, maka hanya akan larut dalam atmosfer dua planet yang kaya akan gas-gas lain itu.
Sementara, Luca Ghiringhelli, menuturkan bahwa terlalu prematur untuk mengatakan bahwa berlian bisa terbentuk di Jupiter dan Saturnus. Sebabnya, metana di dua planet itu tak sebanyak di Uranus dan Neptunus. (kompas.com)