Penulis
Intisari-Online.com -Belum ada bukti bahwa Majapahit memiliki kekuasaan seantero Nusantara. Kisah yang sudah telanjur beredar dan diyakini masyarakat sebenarnya salah kaprah.Lalu mengapa sampai ada anggapan bahwa Nusantara itu adalah wilayah Majapahit? “Barangkali karena The Founding Fathers kita ingin menyatukan negara ini,” ujar ahli arkeologi, epigrafi, dan sejarah kuno, Hasan Djafar. Kemudian “Muhammad Yamin — salah satu tokoh pendiri negara Indonesia — menggunakan gagasan Nusantara sebagai bentuk negara kesatuan.”Di sebuah toko buku bekas di Jakarta, saya pernah menemukan karya Yamin yang dimaksud oleh Hasan. Yamin, pernah menulis sebuah buku Gajah Mada, Pahlawan Persatuan Nusantara yang terbit pertama kali pada 1945 dan telah dicetak ulang belasan kali. Buku itu mengisahkan epos kepahlawanan Gajah Mada sebagai Patih Kerajaan Majapahit.Dalam lampirannya terdapat secarik peta wilayah Indonesia ? terbentang dari Sabang sampai Merauke, dari Timor sampai ke Talaud ? dengan judul "Daerah Nusantara dalam Keradjaan Madjapahit". Tentang peta ini Djafar mengungkapkan bahwa “gagasan persatuan ini oleh para sejarawan telah ditafsirkan sebagai wilayah Majapahit sehingga seolah ada penaklukan. Itu salahnya!”Yamin, dalam buku tersebut, juga menampilkan foto sekeping terakota yang mewujudkan sosok wajah lelaki berpipi tembem dan berbibir tebal. Di bawah foto sosok itu, Yamin dengan keyakinan ilmu firasat menuliskan, “Gajah Mada... Rupanya penuh dengan kegiatan yang mahatangkas dan air mukanya menyinarkan keberanian seorang ahli politik yang berpemandangan jauh.” Namun, belakangan saya menyaksikan kepingan terakota itu di Museum Trowulan yang sejatinya bagian dari celengan kuno dan tidak ada kaitannya dengan Gajah Mada.Dan, buku Yamin itu?secara tak kita sadari?telah menjadi panutan dari sekolah-sekolah dasar di Indonesia hingga lembaga pemerintahnya. Kini, sebuah patung lelaki bertubuh gempal dengan wajah seperti dalam buku Yamin itu telah berdiri di halaman Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia di Kebayoran Baru. “Itu skandal ilmiah dalam sejarah,” ujar Hasan.(Mahandis Y. Thamrin/NGI. Cuplikan dari "Metropolitan yang Hilang" dalam National Geographic Indonesia edisi September 2012.)