Penulis
Intisari-Online.com -Sudah menjadi rahasia umum, potensi energi di Indonesia masih sangat tinggi. Salah satunya adalah potensi energi dari tenaga matahari. Rata-rata, potensi energi matahari di Indonesia mencapai 4.800 watt jam per meter persegi. Potensi tertinggi terdapat di Papua, yaitu 5.700 watt per jam per meter persegi, dan terendah berada di Bogor: 2.500 watt per jam per meter persegi.
Menurut Syafarudin, Kepala Bidang Riset Iptek, Energi, dan Material Maju, Kemenristek, jika semua energi terserap, dari 1 meter persegi dapat menghasilkan 1 kWh. Di sisi lain, rat-rata pemakaian rumah tangga per hari adalah 5 kWh. Tapi sayang, potensi besar ini belum dimanfaatkan dengan baik.
Di dunia, aplikasi terbanyak saat ini masih berbasis silikon. Meskipun bahan bakunya melimpah, silika, tapi teknologi berbasis silikon terkenal dengan biayanya yang cukup mahal. Faktor inilah yang kemudian menjadi salah satu latar berdirinya konsorsium riset dye sensitized solar cell (DSSC) atau sel surya berbasis pewarna yang langsung digawangi oleh Kementerian Riset dan Teknologi.
Sejatinya, sejak 1991 di dunia telah dikembangkan teknologi sel surya menggunakan titania (TiO2) dan pewarna (dye sensitized). Struktur warna hasil ekstraksi tumbuhan berperan menyerap cahaya dan memicu aliran elektron. Misalnya di UNS Solo, para peneliti memanfaatkan pewarna anthocyanin dari bunga mawar merah dan rosela atau klorofil dari alga.
Bahan baku titania juga berlimah di Indonesia. Titania bisa diambil dari ilmenit atau limbah produksi timah dengan kandungan TiO2 sebesar 30-37 persen, bisa juga diambil dari biji besi, tapi dengan kandungan yang lebih kecil, 10 persen.
Yang paling menguntungkan adalah investasi peralatan untuk pabrikasi DSSC dinilai lebih murah atau tak sampai 1 persen dari investasi sel surya silikon yang mencapai ratusan miliar rupiah. Sejauh ini, para peneliti yang berada di DSSC berhasil menghasilkan prototipe yang dapat menyalakan lampu atau kipas angin.
“Konsorsium ini adalah yang pertama di Indonesia. Ahli-ahli dari lintas perguruan tinggi dilibatkan untuk mensukseskan program ini. Upaya penggabungan banyak ahli ini diharapkan bisa menghasilkan produk yang lebih efisien dan ekonomis,” jelas Goib Wiranto, Kepala Bidang Bahan dan Komponen Mikroelektronika. (Kompas)