Intisari-Online.com - Arah pendidikan Indonesia pada masa depan belum jelas. Demikian yang dikatakan Ketua Umum Pengurus Besar PGRI Sulistiyo dalam diskusi pendidikan dengan jajaran Pegurus Pusat dan Dewan Pakar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Rabu (5/2). Dalam pertemuan itu, PGRI juga tengah merencanakan konvensi pendidikan pertengahan Februari ini.
“Ada kegelisahan tentang tentang arah pendidikan kita. PGRI belum punya rumusan final. Harapannya segera ada jawaban atau solusi dari konvensi dan bisa menjadi bekal bagi pemerintah baru nanti,” ujar Sulistiyo.
Konvensi itu sendiri rencananya akan menfokuskan pada isi pendidikan (termasuk kurikulum), manajemen pendidikan, kebijakan politik penganggaran pendidikan, pendidikan tinggi, dan daya saing bangsa. Juga pendidikan untuk semuanya.
Sistem pendidikan yang khas
Bahrul Hayat, Sekjen Kementerian Agam yang juga turut hadir dalam diskusi itu mengingatkan pentingnya pendidikan bagi bangsa sebagai fungsi politik, sosoial, dan ekonomi. Yang harus digali adalah orientasi perubahan kebijakan pendidikan pascareformasi.
“Sudah benar apa belum? Melenceng atau tidak? Jika tidak ada yang harus direorientasi ke depan?” tanya Bahrul sembari memberi contoh beberapa negara dengan konsep pendidikan jelas seperti Singapura dan Korea Selatan.
Sementara Suhaenah Suparno, mantan rektor IKIP Negeri Jakarta (sekarang Universitas Negeri Jakarta) 1992-1996, kurang sepakat dengan pernyataan Bahrul. Baginya Indonesia adalah negara kepulauan yang khas maka sudah seharusnya memiliki sistem pendidikannya sendiri. Tidak perlu perbandingan dengan mana pun. Bagi Suhaenah, fokus utama harus ditujukan pada kesenjangan pusat dan daerah.
“Yang paling sederhan ada tafsir kualitas pendidikan. Orang daerah, kualisa pendidikan yang baik melulu disandingkan dengan perolehan nilai ujian yang bagus. ‘Kan tida seperti itu?” kata Suhaenah. (Kompas)