Find Us On Social Media :

Membaca Nasib Majapahit dari Lereng Kelud

By Moh Habib Asyhad, Jumat, 14 Februari 2014 | 20:15 WIB

Membaca Nasib Majapahit dari Lereng Kelud

Intisari-Online.com - Membincangkan perihal letusan Gunung Kelud sama saja membincangkan candi-candi yang pernah tertimbun lava letusannya. Menurut data yang pernah dihimpun oleh Intisari, Candi Sawentar di Blitan dan Candi Kepung di Kabupaten Pare adalah dua candi yang tertimbun lava Gunung Kelud. Dari beberapa penggalian yang dilakukan terhadap candi-candi tersebut, ditemukan juga sebuah relief yang dipercaya menjelaskan kondisi politik Majapahit waktu itu.

Nurhadi Rangkuti pernah melakukan penelitian arkeologis terkait beberapa candi yang disinyalir pernah tertimbun letusan Gunung Kelud. Hasil penelitiannya itu lantas dituangkan dalam sebuah tulisan berjudul Menggali Candi Ketemu Naga yang pernah dimuat oleh Majalah Intisari edisi November 1999.

Nurhadi mengaku bahwa penelitian tersebut dilakukan bukan lantaran bisikan gaib, melainkan hasil pengamatan selama berbulan-bulan juga wawancara dengan penduduk lokal. Hasilnya tidak main-main, salah satu yang paling mencengangkan adalah candrasengkala yang menggambarkan seekor naga bermahkota sedang menelan matahari.

Salah seorang pimpinan ekspedisi mengatakan, candrasengkala itu merupakan pertanggalan suatu peristiwa (kronogram) yang disimbulkan dalam sebuah gambar. Gambar itu lalu dibaca Nagaraja anahut surya (naga menggigit matahari). Kalimat itu menunjukkan angka tahun saka yang dibaca dari kiri: Naga (8), raja (1), anahut (3), surya (1). Jadi relief itu menggoreskan angka tahun 1318 saka (1406 M).

Gambar relief itu lantas diyakini sebagai gambaran kondisi politik waktu itu. Perlu diketahui, surya adalah lambang negara Majapahit. Gambaran surya sebagai lambang negara yang dicaplok oleh naga seolah memberi tahu bagaimana Majapahit sedang dironrong keruntuhan akibat pemberontakan dan perpecahan internal.

Mengutip kalimat pamungkas Nurhadi Rangkuti, mengingat sejarah kelam Majapahit, beruntung batu relief itu tidak menggambarkan naga menggigit garuda. Jika sampai begitu, adegan itu bisa ditafsirkan buruk oleh masyarakat kita yang kini sedang melihat sengkarut politik, ekonomi, dan kehidupan sosial Indonesia.