Penulis
Intisari-Online.com – Anda yang pernah menjalani operasi pembedahan di rumah sakit, pasti tahu rasanya kehilangan kesadaran. Di meja operasi, begitu obat anestesi dimasukkan ke dalam tubuh, perlahan-lahan… mak less, lalu tidak ingat apa-apa lagi. Setelah operasi selesai dan kesadaran perlahan-lahan muncul, rasanya otak sudah mulai sadar tapi tubuh lemas tidak berdaya. Kita mungkin akan penasaran: apa begini rasanya kalau mabuk berat?
Antara anestesi dan mabuk memang beda tipis. Menurut sejarahnya, nitrogen oksida, yang kini dijadikan obat anestesi, awalnya digunakan untuk mabuk-mabukan. Irang menyebutnya “gas tertawa”, karena kalau dihirup, orang akan tertawa-tawa, mirip mabuk narkoba. Gas ini juga dipakai dalam pertunjukan lucu-lucuan di panggung. Penonton sukarela maju untuk menghirupnya, lalu bertingkah lucu. Namun suatu kali, ada seorang penonton yang malah mengamuk. Ia berkelahi sampai terluka, tapi tak merasakan sakit.
Di tengah penonton ada seorang dokter gigi, Horace Wells, yang kemudian memakai gas tertawa untuk anestesi. Rekan kerjanya diminta untuk mencabut gigi gerahamnya yang sudah bolong dan ternyata berhasil. Tapi saat harus mendemonstrasikan percobaan ini, tahun 1844, di depan para dokter di Boston, ia malah gagal. Wells dianggap menipu dan kemudian minggat ke Eropa.
William Thomas Green Morton, rekan Wells, tetap melanjutkan uji coba gas tertawa dalam pembedahan. Charles Jackson, seorang rekan Morton, menganjurkan untuk memakai eter. Karena hasilnya bagus, sejak itu eter lazim digunakan di Amerika Serikat. Sementara itu di Eropa, para dokter mengikuti Wells untuk menggunakan nitrogen oksida. Wells dipuji dan disanjung. Ternyata belakangan antara Wells, Morton, dan Jackson (yang merasa ikut berjasa) saling mengunggulkan diri dan merasa telah menemukan obat anestesi. Kisah ini harus berakhir tragis karena Wells mati bunuh diri, Morton bangkrut dan mati di usia 49 tahun, serta Jackson mati dalam keadaan hilang ingatan.
Penemuan Morton tidak diakui lantaran diketahui eter sudah ditemukan sejak abad 13. Bahkan sebenarnya manusia sudah mencoba menggunakan bermacam zat penahan rasa sakit jauh berabad-abad Sebelum Masehi. Umumnya berbahan herbal, seperti opium pad abangsa Sumeria (4200 SM), Siprus (1100 SM), India (300 SM), dan Cina (200 SM). Bangsa Indian Inca menggunakan koka, orang Persia memakai olahan anggur, dan ilmuwan zaman kejayaan Islam menggunakan bahan narkotika.
Ketika obat anestesi belum populer, dokter melakukan operasi dengan cara dibedah secepat-cepatnya. Tak peduli pasien jejeritan kesakitan, bahkan pingsan. Pasien tidak berdaya, pasrah, karena tubuhnya dipegangi orang banyak.
(Baca juga: Pertanyaan yang diajukan sebelum operasi)
Ada juga cara-cara nonfarmakologi, seperti hipnosis. Teknik yang berkembang di ilmu pengobatan Timur ini tidak benar-benar punah, seperti yang kini dipakai pada melahirkan dengan bantuan hipnosis (hypnobirthing). Teknik lain bisa menggunakan es untuk membekukan saraf, sehingga rasa sakit tidak akan dirasakan oleh otak. (Intisari)