Penulis
Intisari-Online.com - Drama kerusuhan napi teroris di Mako Brimob Depok berakhir setelah sekitar 155 tahanan teroris menyerahkan diri kemudian di evakuasi menuju penjara Nusa Kambangan, Cilacap, Jawa Tengah (Kamis,10/5/2018).
Sebanyak 30 teroris yang menyerahkan diri meletakkan persenjataan yang dimiliki dan senjata-senjata itu awalnya merupakan senjata yang dirampas dari para polisi yang disandera serta diambil dari ruang penyimpanan barang bukti.
Dilihat dari jenis persenjataan dan amunisi (peluru) yang berhasil dikuasai, jika polisi sampai melancarkan serbuan maka ‘pertempuran’ bisa berlangsung beberapa jam.
Apalagi para teroris merupakan orang-orang yang terlatih dalam penggunaan senjata api, tahu cara teknik bertempur, dan memiliki semangat bertempur secara militan (berani mati).
Dari foto-foto persenjataan yang berhasil dirampas teroris memang dari jenis yang sangat mematikan.
Persenjataan itu antara lain senjata serbu M-16, AK-47, M-4 dilengkapi peluncur granat, senapan mesin RPD buatan Rusia, senapan penembak runduk (sniper), sejumlah senjata rakitan, sejumlah senjata genggam (pistol), bahan peledak rakitan, dan sejumlah senjata tajam di antaranya pedang samurai.
Sebanyak 30 teroris bersenjata lengkap kekuatannya setara dengan satu peleton pasukan tempur sehingga seandainya polisi jadi melancarkan serbuan yang dihadapi bukan hanya sekelompok teroris tapi ‘pasukan’.
Teroris pemegang senapan mesin RPD yang hingga kini masih merupakan senjata Brimob untuk melakukan ‘tembakan penumpasan’ (suppressing fire), dipastikan akan menimbulkan banyak korban bagi pasukan (polisi) yang penyerbu.
Apalagi teroris operator senapan mesin ini tidak segera bisa dilumpuhkan karena sudah tahu cara membuat perkubuhan yang sulit dilumpuhkan.
Para teroris pemegang senapan laras panjang dengan posisi tembak yang terlindungi juga sulit dilumpuhkan sehingga dalam pertempuran jarak jauh peluru senapan serbu yang bisa menghantam sasaran hingga 300-900 meter selain bisa membahayakan polisi juga warga sekitar.
Teroris operator senapan sniper bahkan menjadi penembak yang paling berbahaya karena jangkauan senapan sniper hasil rampasannya itu, bisa menghantam tepat sasaran hingga jarak 1.500 meter.
Baca juga:Tak Disangka, Ternyata ada Sosok 'Bidadari' Cantik dalam Pasukan Brimob saat Menyerbu Napi Teroris!
Apalagi jika teroris operator senapan sniper sudah mendapat pelatihan khusus dan biasa bertempur, maka kemampuannya bisa setara dengan penembak jitu dari pasukan khusus.
Senjata-senjata genggam yang berada di tangan para teroris memang akan digunakan untuk pertempuran jarak dekat dan jika sampai terjadi, korban jiwa dari kedua belah pihak sulit dihindari.
Polisi sebenarnya bisa langsung melakukan serangan sekali hantam menggunakan peluncur granat (RPG) atau bahan peledak lain, atau bisa juga menggunakan tank pinjaman dari TNI AD.
Tapi serangan sekali pukul itu jelas akan membunuh semua teroris dan tahanan non teroris lain, serta merupakan tindakan pembantaian.
Apalagi sebagian teroris ternyata tidak mau melawan dan melakukan kekerasan dan memilih menyerah.
Atas pertimbangan itu maka polisi tidak jadi melakukan serangan frontal dan masih menggunakan taktik pendekatan persuasif.
Taktik ini akhirnya berhasil dan para teroris akhirnya menyerah.
Jika sampai terjadi pertempuran akibat serbuan polisi ke kubu teroris dalam rutan, polisi dipastikan menang.
Tapi korban dari polisi juga berjatuhan karena para teroris yang dihadapi merupakan orang-orang yang pernah dilatih menggunakan senjata api dan berperang secara terorganisir.
Baca juga:Bentrokan di Mako Brimob: Ini Artinya Jika Polisi Melengkapi Diri dengan Borgol Plastik