Find Us On Social Media :

Harga Diri (6): Stop Mencintai Diri Sendiri dengan Syarat

By Birgitta Ajeng, Selasa, 24 Desember 2013 | 10:00 WIB

Harga Diri (6): Stop Mencintai Diri Sendiri dengan Syarat

Intisari-Online.com - Mengapa orang-orang seperti Anton tidak dapat mencintai dirinya sendiri? Albert Ellis pernah mengungkapkan bahwa kita terjebak dengan keharusan-keharusan (must-urbation) yang kita buat sendiri.Kita harus berhasil meraih nilai A untuk setiap mata kuliah, kita harus sudah naik pangkat dalam waktu sesingkat-singkatnya, kita harus berhasil menyenangkan orangtua, dan keharusan-keharusan lain yang kita ciptakan sendiri.Akhirnya kita memberikan conditional positive regard pada diri kita sendiri, kita mencintai diri sendiri dengan syarat. Mau seperti apa pun pencapaian personal yang telah kita raih, kita akan merasa belum mencapai apa-apa jika syarat itu belum terpenuhi.Sementara syarat yang kita buat tidak mungkin terpenuhi karena satu keharusan yang telah selesai dicapai, akan berganti dengan keharusan lain.Anton juga memiliki kecenderungan untuk membandingkan diri dengan orang yang lebih daripada dirinya. Perbandingan semacam ini memang perlu untuk meningkatkan target diri agar dapat mencapai prestasi lebih baik. Namun kita juga harus peka terhadap dampak perbandingan ini.Jika sudah membawa konsekuensi negatif terhadap diri kita, itu adalah pertanda kita harus melakukan yang sebaliknya. Dengan kata lain, sudah waktunya bagi kita untuk membandingkan diri dengan orang lain yang kemampuan atau aspek dirinya di bawah kita.Daripada memikirkan apa yang tidak kita miliki, lebih baik memikirkan apa yang tidak dimiliki orang lain namun justru ada pada kita. Tindakan ini akan sangat etektif untuk menumbuhkan rasa diri berharga. Kita juga akan sulit mencintai diri bila memiliki self-destructive beliefs, yaitu keyakinan-keyakinan negatif yang merusak harga diri kita.Orang yang melekatkan karakter negatif pada diri sendiri akan membuatnya menjadi negatif seperti yang dipikirkan. Prinsip ini bukan mengikuti kaidah mistik. Secara rasional saja, ketika kita menganggap diri negatif, kita akan menarik diri dari lingkungan. Namun pada saat yang sama, kita berharap ada simpati dari lingkungan.Padahal jika kita tampak murung dan menarik diri, orang luar juga akan menganggap kita bermasalah dan ingin menyendiri. Tidak banyak orang yang mau mendekati orang yang tampak murung. Perlu diingat bahwa keceriaan selalu lebih menarik dibanding kesedihan. Alih-alih mendekati, lingkungan justru akan beralih pada orang-orang lain yang lebih menyenangkan.Akhirnya kita akan semakin membenarkan pandangan kita sendiri tanpa menyadari bahwa justru sikap kita yang sudah menjauhkan kita dari lingkungan.Cinta Diri tapi Tidak NarsisMenurut saya, mencintai diri sendiri perlu dilakukan semua orang, bukan hanya untuk orang-orang seperti Anton. Sebagaimana yang dikatakan Sang Buddha, Sidharta Gautama, "You yourself, as much as anybody in this universe, deserve your love and affection."Mencintai diri yang dimaksud di sini bukanlah sebuah bentuk narsisme atau kekaguman berlebihan pada diri. Mencintai diri sendiri adalah mampu menonjolkan kekuatan, memancarkan kelebihan, memperbaiki kekurangan, dan menerima aspek diri yang tidak dapat diubah.Namun bukan berarti pandangan top down ini lebih baik dibandingkan dengan bottom up. Untuk dapat mengembangkan harga diri, kita memang butuh mencintai diri sendiri.Namun tentunya tidak cukup dengan sekadar mencintai. Diperlukan juga usaha untuk benar-benar dapat menampilkan diri yang kita banggakan. Bagaimanapun caranya, yang terpenting adalah kita dapat belajar menumbuhkan penghargaan kepada diri kita sendiri.Sebagai penutup, saya ingin mengutip perkataan Eleanor Roosevelt, "Tidak ada yang dapat membuat kita merasa rendah diri tanpa seizin kita." Nilai kita di mata orang lain akan ditentukan dari seberapa besar penghargaan yang kita berikan pada diri kita sendiri.Jadi mari kita belajar menghargai diri sendiri agar orang lain dapat melihat betapa berharganya diri kita.(Selesai)--Tulisan ini ditulis oleh Ester Lianawati, psikolog, pengajar pada Fakultas Psikologi UKRIDA di Majalah Intisari Edisi Mind Body & Soul tahun 2008. judul asli tulisan ini adalah "Mari Belajar Hargai Diri Sendiri".