Find Us On Social Media :

Anak Belajar Bahasa (2): Bahasa Menunjukkan Nasib Anak

By Birgitta Ajeng, Rabu, 1 Januari 2014 | 09:00 WIB

Anak Belajar Bahasa (2): Bahasa Menunjukkan Nasib Anak

Intisari-Online.com - Setuju atau tidak, bahasa tidak hanya menunjukkan bangsa, tetapi juga nasib. Ketika kelak si anak menjadi dewasa dan harus mandiri, nasibnya akan  tergantung antara lain pada bahasa.Berapa banyak orang yang pandai berpidato menjadi pemimpin negara? Berapa banyak pula orang yang pandai bersilat lidah menjadi pengacara ulung, sehingga tidak hanya menyelamatkan nasibnya sendiri tapi juga nasib orang lain dari tiang gantungan atau kursi listrik? Berapa juta penganggur yang tetap menganggur karena selalu gagal dalam wawancara kerja?Bagaimanapun, besar peranan seorang ibu dalam perkembangan awal kemampuan berbahasa seorang anak. Tidak aneh kalau ada dugaan, seseorang pandai berbicara karena ibunya tergolong cerewet. Seseorang pendiam karena ibunya miskin bicara. Dugaan ini memang masih perlu diuji kebenarannya.Tetapi bagaimanapun kemampuan berbahasa amat berguna bagi seseorang dalam kehidupannya.Anak perlu model yang benar, termasuk model bahasa. Jika ibu merupakan model bahasa, tentulah seorang ibu harus berhati-hati sekali menjaga setiap ucapannya di depan anak.Tidak menjadi masalah, misalnya, bila ibu mengucapkaan kalimat seperti, "Itu namanya monyet...." di depan anaknya sambil menunjuk pada seekor monyet milik tetangga. Tetapi akan lain akibatnya bila si ibu, karena marah pada seseorang, mengucapkan kalimat, "Monyet, lu!" di depan anaknya.Jangan kaget bila suatu saat si anak memarahi teman yang merebut mainannya dengan ucapan yang sama, "Monyet, lu!"George Orwell dalam esainya yang berjudul Politics and The English Language mengingatkan, bahasa yang kita gunakan bisa menjadi jelek, kasar, dan tidak benar karena pikiran kita yang bodoh. Sebaliknya, kecerobohan kita dalam berbahasa membuat kita lebih mudah memiliki pikiran bodoh.Tentu saja ibu mana yang tega anaknya dibilang berpikiran ngeres karena ucapannya yang tidak pantas. Dengan kata lain, berilah teladan yang baik dengan berkata baik, bukan menerangkan bahwa suatu kata tidak baik kepada anak.(Bersambung)--Tulisan ini dimuat di Buku Kumpulan Artikel Psikologi Anak oleh PT Intisari Mediatama, Cetakan I, April 1999. Judul Asli tulisan ini adalah "Nak, Itu Namanya Monyet".