Find Us On Social Media :

Lazimkah Cerai tapi Tetap Serumah? (3)

By Birgitta Ajeng, Rabu, 7 Mei 2014 | 09:00 WIB

Lazimkah Cerai tapi Tetap Serumah? (3)

Intisari-Online.com - Bagi sebagian orang, perceraian sering kali menjadi satu-satunya jalan keluar. Jika memang itu yang terjadi, pasangan yang bercerai seharusnya pisah rumah. Cerai tapi tetap serumah itu tak lazim. Tinggal seatap malah bikin runyam persoalan.

Dalam tulisan sebelumnya diungkapkan, bila mantan suami-istri memutuskan untuk tetap serumah sebaiknya hanya untuk sementara waktu. Bisa dilakukan semacam transisi, pelan-pelan akhirnya hilang. Maksudnya, orangtua bisa tinggal bersama tapi hanya beberapa hari atau beberapa minggu sesuai kesepakatan. Misalnya, ayah sehari tidak ada di rumah, kemudian dua hari tidak ada, tiga hari, akhirnya satu minggu tidak di rumah.

(Baca juga: Anak-anak Butuh Perhatian Orangtua)

Namun Tika Bisono, seorang psikolog keluarga, secara tegas mengatakan, setelah bercerai, pasangan suami-istri memang sebaiknya pisah rumah. Tindakan ini penting untuk mengantisipasi munculnya masalah-masalah baru. Justru dengan pisah rumah bukan tidak mungkin relasi di antara mantan suami-istri akan menjadi lebih baik. Sedikitnya frekuensi pertemuan di antara mereka bisa saja menumbuhkan kembali rasa hormat dan keinginan untuk saling memaafkan.

Dengan pisah rumah, pasangan yang bercerai karena emosi sesaat diharapkan bisa meredam emosi masing-masing. Bukan tidak mungkin lama-kelamaan pasangan suami-istri akan menyadari bahwa sebenarnya mereka masih saling menyayangi dan membutuhkan. Kesadaran ini tentu akan menjadi dasar yang sangat baik bila suatu saat mereka ingin rujuk.

Yang terpenting, setelah bercerai mereka harus segera membenahi diri untuk melanjutkan kehidupan pribadi masing-masing. Selain itu, orangtua yang bercerai semestinya punya kewajiban yang sama terhadap tugas kepengasuhan anak.

(Baca juga: 5 Tipe Orangtua yang Matikan Komunikasi dengan Anak)

Bila mereka memutuskan cerai tapi tetap serumah, berarti mereka tetap mengembangkan sikap berpura-pura di depan anak-anak. Padahal kepura-puraan tersebut jelas tidak sehat dan biasanya tidak akan mampu bertahan lama. “Mereka membohongi diri sendiri dan mereka membohongi orang lain yaitu anak,” kata Tika. Lalu bagaimana orangtua bisa menuntut sekaligus menanamkan kejujuran pada anak bila mereka sendiri tidak jujur terhadap anak-anak mereka?

Karena semua pertimbangan itulah, perceraian hendaknya hanya dilakukan jika memang sudah tak ada pilihan. Tapi separah apa sih persoalan di dalam rumah tangga itu sampai akhirnya diputuskan untuk cerai? Separah-parahnya persoalan Anda dengan pasangan, apakah tidak bisa ditoleransi? Bukan diterima, tapi cukup toleransi. Apakah mungkin? “Saya berharap semua pasangan bisa bertoleransi,” tutup Tika.

-selesai-Tulisan ini ditulis di Majalah Intisari Extra Februari 2014: Inspirasi Cerdas Rumah & Keluarga dengan judul asli Cerai Tapi Serumah itu Tak Lazim.