Find Us On Social Media :

Memperkenalkan Banyak Warna Penting untuk Perkembangan Penglihatan Anak (1)

By Birgitta Ajeng, Senin, 30 Juni 2014 | 17:00 WIB

Memperkenalkan Banyak Warna Penting untuk Perkembangan Penglihatan Anak (1)

Intisari-Online.com - Warna pink untuk anak perempuan, warna biru untuk anak laki-laki. Itu pandangan stereotip kebanyakan orangtua. Tidak hanya untuk pakaian dan mainan, tapi juga kamar tidur, mebel, dan perkakas lain. Ternyata, cara itu salah. Anak justru harus diperkenalkan kepada sebanyak mungkin warna agar persepsi dan sensornya berkembang. Ini juga baik untuk perkembangan penglihatan anak.

Psikologi perkem­bangan mengajarkan, pada masa enam bulan pertama, indera penglihatan bayi masih kabur. Indera bayi pra-enam bulan lebih mudah menerima warna-warna hitam-putih. Setelah enam bulan, inderanya bisa mencerap warna-warna lain. Orangtua bahkan harus memberi stimulus indera si bayi melalui warna-warna yang be­raneka. Sebaiknya dimulai dengan warna-warna dasar (merah, hijau, biru), kemudian secara bertahap berkembang ke warna-warna campuran sampai gradasi.

Perkembangan penglihatan bayi adalah bagian dari perkembangan seluruh dirinya. Fisik, mental, juga kejiwaannya. Segala yang dicerap bayi melalui indera penglihatan­nya akan menciptakan pengala­man sensori. Jika pengalaman itu terjadi berulang, maka akan melahirkan persepsi.

(Baca juga: Kondisi Kamar Tidur Mempengaruhi Perkembangan Anak (1))

Bagian dari dukungan keluarga

Psikolog perkembangan dari Universitas Padjadjaran Bandung, Laila Qodariah, MPsi., menjelas­kan, kadang persepsi dipengaruhi oleh pengalaman pribadi. Baik em­piris maupun yang diwariskan oleh budaya. “Misalnya dalam Islam, warna hijau itu suci. Maka kalau orang membangun musala, warna dominannya hijau. Begitu pula warna merah yang kita kenal dari cabai yang rasanya pedas. Pengalaman kita mengajarkan, merah itu identik dengan rasa pedas,” kata Laila.

Tapi kepada anak, kita tidak boleh terpaku pada persepsi yang dibentuk oleh budaya maupun pengalaman pribadi. Anak harus dikenalkan kepada semua warna agar saraf sensorinya hidup. Laila mengingatkan, setiap warna yang dipaparkan kepada anak, entah berupa dinding ruangan, mebel, atau mainan, haruslah serasi dengan warna sekitar. Ini penting untuk perkembangan penglihatan anak.

“Surrounding environment-nya harus men­dukung,” tambah ibu satu anak ini. “Sebab setiap warna menciptakan ambience yang berbeda seperti diterangkan dalam beberapa teori psikologi yang juga dibahas oleh dunia arsitektur serta desain interior, khususnya masalah lampu dan pencahayaan,” sambung Laila yang bersuami seorang arsitek.

Itu pula yang kemudian diman­faatkan oleh dunia pemasaran untuk menciptakan pelbagai gimmick. Laila mencon­tohkan, warna merah untuk strong emotions (terutama membang­kitkan selera makan), warna biru menciptakan rasa tenang sekaligus identik dengan produktivitas, warna putih untuk menciptakan kesan luas, warna oranye untuk menciptakan kesan hangat, ambi­ence kuning membuat penghuni ruangan cepat merasa lelah, dsb.

(Baca juga: Pencegahan Depresi pada Anak Harus Dimulai dari Rumah)

“Kita bisa melihat aplikasinya pada restoran yang banyak menggu­nakan warna merah, juga lampu sinar kuning dipakai di kamar ti­dur anak,” katanya. “Warna-warna kombinasi pun tak kalah dimak­nai. Ungu, misalnya, mencirikan kemewahan sekaligus memiliki unsur spiritual. Warna oranye menunjukkan kehangatan, warna pink berarti nurture dan cinta, dan seterusnya.”

Di dalam sebuah keluarga dengan anak yang sedang tumbuh kem­bang, masalah warna hanya salah satu dari banyak aspek yang terkait. Malah bagi Laila, pemilihan warna, baik untuk dinding, mebel, peralat-an rumah tangga, atau mainan anak, lebih merupakan buah pilihan orangtua belaka.

“Lebih didasari subjektivitas dan selera,” kata Laila. Artinya, bisa jadi pilihan orangtua berdasarkan kebiasaan, atau asal contek, tanpa pemahaman yang cukup mengenai kaitan warna dengan perkembangan anak.

Memang tidak salah. Sebab ada hal lain yang lebih mendasar alih-alih soal pilihan warna. Misalnya pertimbangan psikologis bahwa ketika sudah punya anak, keluarga muda harus pindah dari rumah orangtua. “Di rumah sendiri, kalau memungkinkan, sebaiknya anak tidur terpisah dari orangtua. Hal lain, harus ada ruang bersama, bisa ruang makan atau ruang lain. Lebih baik lagi kalau ada open space atau ruang bermain anak,” tambah Laila.

Anak harus diperkenalkan kepada sebanyak mungkin warna agar persepsi dan sensornya berkembang. Ini juga baik untuk perkembangan penglihatan anak.

-bersambung-

---

Tulisan ini ditulis oleh Mayong S. Laksono di Majalah Intisari Edisi Extra Inspirasi Cerdas Rumah & Keluarga 2014. Tulisan ini ditulis dengan judul asli Stereotip Warna Tak Baik untuk Anak.