EQ Lebih Penting daripada IQ: Kesuksesan, 80 Persen karena Faktor EQ

Moh Habib Asyhad

Penulis

EQ Lebih Penting daripada IQ: Kesuksesan, 80 Persen karena Faktor EQ

Intisari-Online.com -Banyak orangtua beranggapan bahwa faktor utama kecerdasan seorang anak tergantung pada IQ (Intelligence Quotient). Bahwa mereka yang sukses adalah mereka yang juara matematika di kelas, atau mereka yang juara olimpiade fisika berkali-kali. Bukan, anak yang sukses adalah dengan kadar EQ (Emotional Quotient) bagus. beberapa psikolog sepakat, EQ lebih penting daripada IQ.

---

Satu hal harus disadari oleh para orangtua, para psikolog bersepakat bahwa 80 persen kesuksesan si anak ditentukan oleh EQ (emotional quotient), sementara 20 persennya oleh intelejensia. Meski demikian, orangtua harus mengetahui, EQ bukan seperti IQ yang merupakan pemberian sejak lahir. EQ yang bersifat abstrak harus diasah sedemikian rupa. Ia harus ditumbuhkan dengan latihan dan kebiasaan.

Meski bersifat abstrak, EQ berperan penting dalam memaksimalkan bakat bawaan si anak. Misal, si anak sangat berbakat bernyanyi, memiliki pita suara yang istimewa. Di sisi lain, dia adalah pemalas dan gampang putus asa. Pada sebuah kesempatan, ia mengikuti ajang pencarian bakat anak-anak. Tapi sial, dia kalah. Si anak putus asa, dia tidak mau lagi berlatih.

Jika selamanya ia tidak mau berlatih, bukan tidak mungkin bakat menyanyinya hilang. Tapi berbeda cerita jika si anak memiliki rasa percaya diri tinggi, selalu ingin belajar, saat dia gagal sekali, dia akan mencoba sekali lagi, sampai berhasil. “Semangat yang tinggi, percaya diri, tidak mudah menyerah, itulah EQ,” ujar Hana tegas.

Secara garis besar, EQ meliputi lima dimensi: kemampuan mengenali emosi diri, kemampuan mengelola emosi, kemampuan memotivasi diri, kemampuan mengenali emosi orang lain, serta kemampuan membina hubungan. “Satu dengan yang lain bisa saling melengkapi,” ujar Bunda Hana, panggilan akrab Hana Yasmira.

Jika dijabarkan, dimensi-dimensi tersebut meliputi empati, kegigihan, keikhlasan, kepedulian, ketekunan, dll. Sepintar apa pun si anak, secerdas apa pun dia, Hana menambahkan, jika tidak dibekali sifat-sifat tersebut, maka kepintarannya akan sia-sia. Bahkan tidak berkembang maksimal.