Penulis
Intisari-Online.com - Benjolan di sekitar gusi sering diabaikan karena dianggap bengkak atau radang biasa. Nyatanya, benjolan menahun di gusi bisa jadi merupakan kanker tulang.
Kiki (bukan nama sebenarnya) sama sekali tidak menyangka bahwa ia akan mengidap kanker di usia muda. Pada akhir tahun 2009, ia menemukan benjolan sebesar kelereng di gusi kirinya. Namun, ia tidak merasa sakit sama sekali, bahkan masih bisa makan secara normal.
Saat diperiksa dengan rontgen, dokter gigi menyebut benjolan itu sebagai kista. Lalu, orangtuanya berusaha mencari opini kedua ke rumah sakit lain dan dibiopsi. Hasil biopsi menunjukkan benjolan tersebut normal.
Anak bungsu dari tiga bersaudara ini akhirnya tetap menjalani operasi di sebuah rumah sakit di Jakarta Selatan untuk mengangkat benjolan tersebut. Ternyata, benjolan tersebut adalah tumor dan ia didiagnosis mengalami osteosarkoma atau kanker tulang.
"Tumor yang sudah diambil tersebut sempat diperiksa di Singapura, lalu di Boston, Amerika Serikat, untuk diperiksa lagi. Ternyata, hasilnya berbeda dari diagnosis sebelumnya. Kiki ternyata menderita kondrosarkoma atau kanker pada tulang lunak," kata Rara, ibu Kiki, di Nusa Dua, Bali, Minggu (12/4/2015).
Kondrosarkoma adalah salah satu jenis tumor ganas pada tulang rawan. Biasanya tumor tumbuh di tulang atau pada permukaannya. Jenis kanker ini bisa terjadi pada semua usia, tetapi lebih sering terjadi pada orang berusia di atas 40 tahun. Di antara berbagai jenis kanker tulang, kondrosarkoma berkontribusi sebanyak 30 persen pada kasus yang terjadi.
Kiki melanjutkan perawatannya di Singapura, bahkan kankernya didiagnosis sudah mencapai stadium 3-4. Lelaki berusia 21 tahun ini akhirnya menjalani operasi. Rahang sebelah kirinya diambil lalu diganti dengan tulang betis sebagai rahang pengganti. Ia juga akan mendapat perawatan dari dokter kosmetik untuk pemasangan gigi, tetapi baru bisa dilakukan lima tahun kemudian.
Tumbuh lagi
Empat tahun berlalu, Kiki sudah berencana untuk memasang gigi di rahang kirinya. Akan tetapi, suatu hari dia mengalami sakit gigi di sisi kanan.
“Saya kira di usianya saat itu (21 tahun) dia akan mengalami tumbuh gigi bungsu. Sudah diberi obat pereda nyeri, sakitnya enggak hilang,” ujar Rara.
Orangtua Kiki lalu memutuskan untuk memeriksakan putranya itu di Singapura. Hasil
CT-Scan tidak membuahkan hasil yang jelas karena hanya tampak seperti benjolan. Barulah saat menjalani PET-Scan, diketahui rasa sakit yang timbul akibat kondrosarkoma yang kembali tumbuh.
“Kiki kembali disarankan untuk membuang rahang yang terkena kondrosarkoma, tapi lebih sedikit dibandingkan dengan operasi sebelumnya. Rahang penggantinya dari tulang rusuk. Kiki keberatan, tidak mau lagi dioperasi karena ia bingung bagaimana ia bisa makan kalau seluruh rahangnya diambil,” ungkap Rara.
Rara lalu berusaha mencari informasi pengobatan dan akhirnya membawa Kiki berobat ke Rumah Sakit Sakit Modern Guangzhou, Tiongkok. Pada bulan September 2014, Kiki akhirnya mencoba menjalani perawatan di sana. Ia mendapat pengobatan Transarterial Intercurrent Local Chemotheraphy atau JieRu, serta penanaman biji partikel sebanyak 40 buah.
“Saat biji partikel disuntik ke bagian yang ada tumornya, sempat merasa sakit ya karena suntikannya kena tulang,” imbuh Kiki.
Transarterial Intercurrent Local Chemotheraphy atau JieRu dilakukan dengan cara memasukkan selang kateter ke dalam pembuluh darah arteri hingga mendekat ke titik utama kanker. Melalui kateter, obat anti-kanker kemudian disuntikkan ke arteri terdekat yang menyuplai darah ke kanker sehingga langsung menyerang ke pusat tumor.
Pengobatan tersebut memakan waktu satu bulan dan sempat pulang ke Indonesia. Lalu, setelah 21 hari ia harus kembali ke Guangzhou untuk melanjutkan terapi JieRu selama 10 hari. Selama beberapa bulan ia harus bolak-balik ke Guangzhou hingga akhirnya proses pengobatan selesai pada Januari 2015.
Saat ini kondisi Kiki sudah mulai pulih dan rahangnya tidak jadi diangkat. Pada Maret lalu, dia menjalani PET-Scan dan hasilnya menunjukkan bahwa kankernya sudah hilang. Kiki saat ini hanya mengonsumsi obat-obatan herbal, memperbanyak makan sayur, suplemen spirulina, dan tidak mengonsumsi makanan dibakar serta gorengan. (kompas.com)