Jumlah Perkawinan Remaja Tinggi, Padahal Pemahaman Hak Seksual dan Reproduksi Sangat Rendah

Ade Sulaeman

Penulis

Jumlah Perkawinan Remaja Tinggi, Padahal Pemahaman Hak Seksual dan Reproduksi Sangat Rendah

Intisari-Online.com - Masih banyak remaja di Indonesia yang belum paham, bahkan tidak mengetahui apa hak kesehatan seksual dan reproduksi. Padahal, Indonesia menempati urutan kedua tertinggi di Asia Tenggara setelah Kamboja dalam jumlah perkawinan remaja.

Pengetahuan tersebut penting agar remaja mengetahui kondisi tubuh mereka dan cara menjaganya agar tidak tertular penyakit infeksi menular seksual atau menjadi objek pelecehan seksual.

Kesehatan seksual didefinisikan sebagai keadaan sejahtera secara fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak semata-mata terbebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang berkaitan dengan seksualitas.

Sedangkan hak reproduksi adalah hak untuk mencapai standar kesehatan seksual dan reproduksi optimalnya. Termasuk hak untuk membuat keputusan terkait reproduksi tanpa adanya diskriminasi dan kekerasan.

Informasi yang lengkap dan juga penanaman nilai serta norma agama bisa menjadi bekal penangkal kejahatan seksual terhadap anak dan remaja.

“Remaja harus mengetahui hak tubuh mereka, yaitu tubuh tak boleh diganggu oleh orang lain, dipegang-pegang tanpa kesepakatan kita, tak boleh dilecehkan," ujar Rahmat Sah Saragih atau akrab disapa Gomat, Ketua Koordinator Kesehatan di Aliansi Remaja Independen (ARI).

Selain itu, pengetahuan hak kesehatan seksual dan reproduksi akan membantu remaja mengidentifikasi kekerasan seksual dan juga soal keberagaman remaja yang beragam gender seksualitasnya.

ARI yang juga bergerak di bidang advokasi kesehatan, sangat menekankan pentingnya remaja mendapat hak kesehatan seksual dan reproduksi atau hak KSR secara optimal.

Gomat mengatakan, rendahnya pengetahuan remaja bisa jadi karena selama ini mereka tidak mendapatkan informasi yang lengkap tentang pendidikan seksualitas dan kesehatan reproduksi. Guru dan orangtua masih banyak yang menganggap topik ini tabu dibicarakan.

Untuk memperluas informasi tentang hak-hak remaja akan kesehatan seksual dan reproduksinya, ARI giat memberi pemahaman kepada remaja. " Kami memberi edukasi berdasarkan materi yang didapat dari International Technical Guidance on Sexuality Education. Bentuk materi ini seperti silabus dan kurikulumnya di bawah standar UNESCO," papar Gomat.

Karena yang menjadi sasaran mereka adalah remaja, media sosial seperti Twitter dan Facebook menjadi medium untuk menyebarkan informasi-informasi tersebut. Bahasa yang digunakan juga memakai bahasa remaja karena para aktivis di ARI memang mayoritas masih remaja.

Selain lewat dunia maya, ARI juga rutin kampanye dan menggelar berbagai pameran foto terkait isu KSR kepada remaja.

Tema-tema terkait hak kesehatan seksual dan reproduksi antara lain menyangkut masalah HIV. "Kami berikan edukasi mana yang mitos dan fakta, misalnya tentang penularan HIV dan juga pentingnya melakukan tes HIV," ujarnya.

“Kami berharap nanti ada pendidikan seksualitas komprehensif di kurikulum nasional, kalau bisa dari TK, dengan porsinya masing-masing. Seenggaknya dari TK mereka sudah diajarkan tentang tubuh mereka dan cara menjaganya," katanya.

Selain itu, Gomat berharap nantinya akan ada layanan kesehatan ramah remaja yang bisa diakses semua remaja di Indonesia dengan nyaman tanpa ada perasaan malu seperti halnya bercerita dengan teman sendiri.

(Gibran Linggau/kompas.com)