'SITI', Ironi Hidup dalam Bingkai Hitam Putih

Tika Anggreni Purba

Penulis

'SITI', Ironi Hidup dalam Bingkai Hitam Putih

Intisari-Online.comSITI adalah film independen Indonesia yang pertama kali tayang tahun 2014. Film besutan sutradara Eddie Cahyono ini baru ditayangkan di bioskop Indonesia di tahun ini setelah memenangkan penghargaan sebagai Film Terbaik di Festival Film Indonesia 2015. Melihat SITIberarti kita melihat sebuah ironi yang terbingkai dalam hitam putih.

Film yang berdurasi 88 menit ini mengisahkan secuil potret kemiskinan sebuah keluarga kecil di Yogyakarta. Adalah Siti yang diperankan oleh Sekar Sari, seorang penjual peyek jingking di Pantai Parangtritis, Bantul, Yogyakarta. Situasi hidup semakin tak keruan karena suaminya Bagus (Ibnu Widodo) mengalami kecelakaan yang menyebabkan ia lumpuh sekaligus kehilangan kapal sederhana yang masih belum lunas pembayarannya.

Jadilah Siti harus mencari uang untuk melunasi utang kapal. Ia kemudian bekerja sebagai pemandu karaoke di salah satu tempat karaoke ilegal. Sejak itu, suaminya yang lumpuh marah padanya sehingga ia enggan berbicara. Situasi ini membuat Siti semakin kalut dan kesal pada Bagus. Di tengah kekesalannya pada Bagus, Siti bertemu Gatot (Haydar Saliz) salah seorang polisi yang turut melakukan penggerebekan di karaoke tempat Siti bekerja. Mereka pun memadu kasih. Hubungan gelap ini bahkan disetujui oleh teman-teman siti sesama pemandu karaoke.

Adegan demi adegan dalam film ini menyampaikan emosi Siti, seorang perempuan miskin yang mulai marah dengan kehidupan. Teknik sinematografi dengan adegan panjang tanpa putus menonjolkan mimik dan emosi Siti. Kehadiran peran pendukung juga membuat keseluruhan film ini lengkap. Uniknya, film ini seluruhnya ditayangkan tanpa warna atau hitam putih saja. Selain itu, hampir seluruh dialog menggunakan bahasa Jawa.

Film Siti memang sangat kuat berbicara untuk menggambarkan fenomena kehidupan yang nyata. Kisahnya tidak klise, karena dengan jujur menyampaikan betapa terbatasnya kehidupan seorang Siti di tengah berbagai situasi yang menimpanya. Ironis, memang.