Find Us On Social Media :

6 Negara dengan Sikap Negatif Terhadap Menstruasi (2)

By Tika Anggreni Purba, Rabu, 9 Maret 2016 | 10:00 WIB

6 Negara dengan Sikap Negatif Terhadap Menstruasi (2)

Intisari-Online.com – Dunia mengakui bahwa hari ini, 8 maret 2016 adalah hari perempuan internasional. Kaum feminis banyak merayakan hari ini dengan menyerukan petisi-petisi yang menolak ketidaksetaraan gender yang memberatkan perempuan.

Periode menstruasi menjadi jadwal bulanan yang tidak dapat ditolak oleh perempuan normal. Walau sudah banyak negara yang menghargai periode menstruasi perempuan, masih ada pula yang menanggpi kodrat wanita ini dengan pandangan negatif.

 Akibatnya perempuan-perempuan masih merasa terdakwa, malu, dan diberatkan karena menstruasi.Hal ini terjadi karena banyak yang berpendapat bahwa menstruasi adalah hal sepele yang harus disembunyikan oleh perempuan. Seruan petisi tersebut dilakukan untuk membela perempuan di enam negara berikut.

* Uganda, tidak mampu membeli pembalut

SIkap negatif terhadap periode haid juga mempengaruhi anak perempuan di Ugada. Anak-anak gadis di sana harus bolos 24 hari dari 220 hari sekolah setiap tahunnya karena tidak mampu membeli produk sanitasi menstruasi.

Seorang gadis 15 tahun dari Uganda Barat menyatakan bahwa membeli pembalut adalah kesulitan besar karena perekonomian mereka. Mereka merasa tidak nyaman dengan tisu dan kain karena khawatir akan jatuh. * Amerika Serikat, malu mengakui periode menstruasi Sebuah survey membuktikan bahwa perempuan di Amerika Serikat merasa malu dengan periode haid mereka. Lebih dari 30% anak perempuan Amerika tidak merasa nyaman membicarakan mengenai haid dengan orang lain. Presiden Barack Obama sendiri mengkritisi kebijakan Inggris yang membebankan pajak barang mewah untuk pembalut dan produk sanitasi menstruasi lainnya. * Jepang, tidak bisa menjadi koki sushi Perempuan di Jepang tidak bisa menjadi chef sushi karena masa menstruasi mereka. Karena menurut mereka, seorang chef profesional harus memiliki rasa yang mantap pada makanan yang di masak. Karena perempuan memiliki siklus menstruasi, membuat mereka memiliki ketidakseimbangan selera sehingga tidak cocok menjadi koki. Sekelompok wanita di Jepang telah mencoba untuk memerangi sikap ini, dengan membuka apa yang diyakini menjadi restoran sushi pertama dikelola sepenuhnya oleh koki perempuan.

independent.co.uk