Intisari-Online.com – Sudah menajadi sifat manusia untuk selalu menilai orang-orang lain dengan sangat keras.
Tetapi kalau kita sendiri yang dinilai, ada-ada saja alasan kita untuk kekeliruan-kekeliruan yang kita buat, atau kita menyalahkan orang lain atas kesalahan-kesalahan tersebut.
Kisah berikut ini cocok untuk menggambarkan maksud saya.
Seorang kurir dikirim untuk suatu misi penting ke kota yang jauh. Dia memasang pelana pada kudanya dan langsung berangkat.
Setelah melewati beberapa tempat penginapan, dimana binatang-binatang biasanya diberi makan, kuda milik sang kurir mulai berpikir, “Kami tidak berhenti untuk makan di kandang mana pun; itu berarti aku tidak diperlakukan sebagai kuda, melainkan seperti manusia. Seperti orang-orang lainnya, aku akan makan begitu kami sampai di kota besar berikutnya.”
Tetapi satu per satu kota-kota besar itu dilewati bergitu saja dan penunggangnya tetap memacu sang kuda.
Kuda itu pun mulai berpikir, “Barangkali aku bukan diperlakukan sebagai manusia, melainkan sebagai malaikat, sebab malaikat tidak butuh makan.”
Akhirnya mereka tiba di tempat tujuan dan kuda itu dibawa ke kandang; di sana, dengan rakus, dia melahap jerami yang ditemukannya.
“Kenapa aku mau saja percaya bahwa semuanya telah berubah, hanya karena kejadiannya tidak seperti yang diharapkan?” kuda itu berkata pada dirinya sendiri. “Aku bukan manusia ataupun malaikat. Aku hanyalah seekor kuda yang kelaparan.” (Paulo Coelho dalam "Seperti Sungai yang Mengalir". Penerbit: Gramedia Pustaka Utama)