Find Us On Social Media :

Sebuah Pengorbanan

By K. Tatik Wardayati, Jumat, 21 Februari 2014 | 20:45 WIB

Sebuah Pengorbanan

Intisari-Online.com – Ibu Indra hanya memiliki satu mata. Indra sangat membenci ibunya. Ia benar-benar memalukan. Untuk menghidupi keluarganya ibunya berjualan di kantin sekolah.

Pernah suatu kali saat sekolah dasar, ibunya datang menyapanya. Ia benar-benar malu. Karena teman-temannya menertawakan ibunya, “Eee, ibumu hanya memiliki satu mata!” Saat itu rasanya ia penuh rasa benci kepada ibunya dan segera berlari menjauh.

Indra ingin mengubur diri setelah mendengarkan ejekan itu. Ia juga ingin ibunya segera hilang ditelan bumi. Pernah suatu kali ia berkata kepada ibunya, “Jika ibu hanya menjadi bahan tertawaan saja, mengapa tidak mati saja sih?”

Ibunya tidak menjawab. Indra bahkan tidak berhenti untuk berpikir sejenak tentang apa yang dikatakannya, ia benar-benar penuh dengan kemarahannya. Namun, ia menyadari bagaimana perasaan ibunya.

Akhirnya Indra meninggalkan rumahnya. Ia belajar sangat keras dan mendapatkan kesempatan untuk pergi belajar ke luar negeri.

Kemudian, Indra menikah. Ia membeli rumah sendiri. Ia juga memiliki anak-anak. Ia merasa bahagia dengan hidupnya, anak-anaknya, dan kenyamanan rumah tangganya. Hingga suatu hari, ibunya datang mengunjunginya. Ibunya sudah beberapa tahun tidak melihat anaknya dan belum pernah bertemu dengan cucu-cucunya.

Ketika ia berdiri di pintu, anak-anak Indra menertawakannya. Indra berteriak pada ibunya karena datang tanpa diunang. Ia berteriak, “Beraninya kau datang ke rumahku dan menakut-nakuti anak-anakku! Pergi dari sini sekarang!”

Ibunya diam-diam menjawab, “Oh, aku sangat menyesal. Aku mungkin salah alamat.” Dan ia pun menghilang dari pandangan.

Suatu hari, sebuah undangan untuk menghadiri acara reuni sekolah datang ke rumah Indra. Ia berbohong kepada istrinya bahwa ia akan melakukan perjalanan bisnis. Setelah acara reuni, ia pergi ke gubuk tua tempat tinggalnya dulu karena penasaran.

Tetangganya mengatakan kepadanya bahwa ibunya sudah meninggal. Indra tidak meneteskan air mata sedikit pun. Tetangganya menyerahkan sebuah surat kepada Indra. Surat dari Ibunya.

Setelah membaca surat itu, kini air mata Indra pun meluap tanpa bisa dibendung. Ini isi surat yang ditulis oleh ibunya,

Putraku tersayang,