Ketika Tuhan Menciptakan Seorang Ayah

K. Tatik Wardayati

Penulis

Ketika Tuhan Menciptakan Seorang Ayah

Intisari-Online.com – Ketika itu Tuhan menciptakan seorang ayah, ia mulai dengan badannya yang tinggi. Seorang malaikat perempuan di dekatnya berkata, “Apa itu tuhan? Jika Engkau membuat anak-anak begitu dekat dengan tanah, mengapa Engkau memasukkan seorang ayah dengan badan yang tinggi? Ia tidak akan mampu menembak kelereng tanpa berlutut, melihat anak yang bersembunyi di bawah tempat tidur tanpa membungkuk, bahkan mencium anaknya tanpa membungkuk.”

Tuhan tersenyum dan berkata, “Ya, tetapi jika Aku membuatnya seukuran dengan anak-anak, siapa yang akan dihormati oleh anak-anak?”

Dan ketika Tuhan menciptakan tangan ayah, tangannya lebih besar. Malaikat itu menggeleng dan berkata, “tangan yang besar tidak bisa mengganti popok, menekan tombol kecil, mengikatkan karet gelang pada ekor kuda anak perempuan, atau menghilangkan kotoran serangga pada bola kasti.”

Sekali lagi Tuhan tersenyum, dan berkata, “Aku tahu, tapi tangan yang cukup besar itu bisa menampung semua kebutuhan anak-anak yang bermuara dari saku kantungnya, namun masih cukup kecil untuk menampung wajah anak kecil dalam pelukannya.”

Kemudian Tuhan membentuk kaki yang panjang dan bahu lebar. “Sadarkah Kau bahwa Engkau baru saja membuat seorang ayah tanpa pangkuan?” Malaikat itu tertawa.

Tuhan berkata, “Seorang Ibu membutuhkan pangkuan. Seorang ayah membutuhkan bahu yang kuat untuk menarik kuda-kudaan, untuk menyeimbangkan anak laki-laki belajar sepeda, atau memegang kepala yang mengantuk dalam perjalanan pulang dari menonton sirkus.”

Ketika Tuhan hendak menciptakan kaki yang lebih besar dari biasanya, malaikat itu tidak bisa menahan diri lagi. “Itu tidak adil. Apakah Engkau benar-benar berpikir kaki mereka yang besar bisa berlari dengan cepat di pagi hari saat bayi menangis, atau berjalan di antara tamu saat pesta ulang tahun tanpa menyenggol satu atau dua tamu?”

Tuhan tersenyum lagi dan berkata, “Kaki yang besar itu akan kuat mendukung anak kecil yang ingin naik ke atas tempat permainan atau karena kejatuhan tikus, atau mengambil sepatu dari display toko di tempat yang tinggi.” Tuhan bekerja sepanjang malam, memberikan seorang ayah beberapa kata, suara yang berwibawa, mata yang bisa melihat segala sesuatu, tapi tetap tenang, dan toleran.”

Akhirnya, ketika hampir selesai, sambil berpikir, Tuhan pun menambahkan air mata. Kemudian Ia berpaling kepada malaikat itu dan berkata, “Sekarang, puaskah kau bila ia pun bisa mencintai sebesar cinta Ibu?”

Malaikat itu tidak berkata apa-apa lagi.