Tujuan Sebenarnya dari Hidup

K. Tatik Wardayati

Penulis

Tujuan Sebenarnya dari Hidup

Intisari-Online.com – Alkisah seorang yang sangat bijaksana tinggal di sebuah desa kecil. Ia adalah kepala desa yang sangat dihormati oleh semua orang, nasihatnya selalu menjadi panutan banyak orang. Banyak orang datang kepadanya hanya untuk mendapatkan nasihat mengenai apapun dalam kehidupan ini.

Ironisnya, putra satu-satunya adalah seorang pemuda yang malas. Kerjanya hanya makan, tidur, atau pergi dengan teman-temannya.

Suatu hari sang kepala desa memanggil anaknya dan berkata, “Anakku, sekarang kau sudah besar. Engkau perlu memahami hidup dan tanggung jawab dirimu sendiri sekarang.”

Mendadak kecemasan hingga pada wajah anaknya, “Ayah, kau selalu di sini membimbingku selalu. Bagaimana saya bisa berjalan tanpamu. Aku pasti akan kehilanganmu.”

Ayahnya memeluknya dan berkata, “Aku ingin kau menemukan tujuan sebenarnya dari hidup dan ketika kau menemukannya, ingatlah selalu dan engkau pun akan menjalani kehidupan ini dengan penuh kebahagiaan dan sukacita.”

Keesokan harinya, sang ayah memberi anaknya sebuah tas. Pemuda itu sangat terkejut saat ia membuka tas, karena di dalamnya terdapat 4 pasang pakaian untuk setiap musim, beberapa makanan mentah, biji-bijian, kacang, uang, dan peta. Saat ia bertanya-tanya apa yang seharusnya ia lakukan dengan itu semua, ayahnya mengatakan, “Aku ingin kau pergi mencari harta karun. Saya mempunyai sebuah peta harta karun tersembunyi, pergilah dan temukanlah.”

Aha, ini rupanya yang dikatakan ayahnya sebelumnya. Tujuan sebenarnya dari hidupnya adalah untuk menemukan harga ini yang akan menyelesaikan semua masalahku di masa depan, begitu pikir pemuda itu, yang sangat senang mendengar ide ayahnya.

Esok paginya, pemuda itu berangkat memulai perjalanannya dengan semangat untuk menemukan harga karun. Tempat yagn dijelaskan dalam peta itu sangat jauh. Ia harus menyeberangi banyak sungai, hutan, dataran tinggi, dan pegunungan untuk mencapai tujuannya.

Hari, minggu, dan bulan berlalu. Dalam perjalanannya ia bertemu banyak orang. Beberapa ari mereka membantunya dengan makanan, memberinya tempat tinggal, ia juga bertemu dengan pencuri dan perampok yang mencoba menipunya dan merampas barang-barangnya. Mengikuti peta, ia berjalan hingga mengalami empat musim. Ia benar-benar ingin menemukan harta karun itu sebelum orang lain menemukannya.

Akhirnya setelah satu tahun lamanya, ia mencapai tebing yang tinggi seperti yang telah dijelaskan ayahnya untuk menemukan harta karun. Ia melihat pohon, seperti dijelaskan dalam peta dan mulai melihat sekelilingnya. Ia mencari dan mencari, tapi tidak menemukan apapun. Ia menghabiskan dua hari untuk mencari dan menggali harta di sekitar pohon itu. Kelelahan membuatnya untuk mencobanya keesokan hari.

Merasa dibohongi oleh ayahnya, pemuda itu pun berniat kembali ke rumah. Dalam perjalanan kembali, ia pun mengalami perubahan alam yang sama dan musim saat berangkat tadi. Namun ia tidak bertanya-tanya lagi mengapa bunga mekar saat musim semi, dst. Ia pun belajar untuk mencari makanan sendiri, menjahit pakaiannya sendiri dan melindungi dirinya dari cuaca yang keras. Ia belajar untuk menghitung waktu dari hari ke hari melalui posisi matahari dan merencanakan perjalanannya sendiri. Ia juga belajar bagaimana melindungi diri dari hewan liar dan tanaman berbahaya.

Ia pun bertemu dengan orang yang sama yang telah membantunya dalam perjalanan. Namun kali ini ia berhenti dan menghabiskan beberapa hari dengan mereka untuk membantu mengerjakan tugas-tugas mereka sebagai tanda terima kasihnya. Ia menyadari betapa indahnya mereka membantu para pejalan kaki tanpa harapan imbalan.

Ketika ia sampai di rumah, ia menyadari bahwa ia telah pergi dari rumahnya selama 2 tahun. Ia pergi ke kamar ayahnya yang saat itu sedang tertidur. Ayahnya bangun dan memeluk anaknya.

“Bagaimana perjalananmu, Anakku,” sapa ayahnya, “apakah kau menemukan harta karun itu?”

“Perjalanan itu sangat menarik, ayah,” sindir anaknya. “Tapi, maafkan aku ayah, karena aku telah mengecewakanmu. Aku tidak bisa menemukan harta apapun, di tempat yang dijelaskan dalam peta. Mungkin seseorang mengambilnya sebelum saya tiba.” Ia terkejut dengan jawabannya sendiri.

Ayahnya tersenyum sambil berkata, “Itu karena tidak ada harta karun di tempat itu anakku.”

“Tapi, Ayah, kenapa engkau mengirimku untuk menemukan harta karun itu?”

“Ceritakan dahulu bagaimana perjalananmu ketika pergi untuk menemukan harta karun itu. Apakah engkau menikmati pemandangan yang berbeda-beda, mengalami hidup di tengah-tengah baru dan perubahan musim, apakah menemukan teman-teman yang baik di jalan?”

“Saya tidak punya waktu untuk melakukan semua itu karena aku selalu fokus untuk mencapai tujuan saya secepat mungkin sebelum orang lain menemukan harta karun itu. Saya tidak punya waktu untuk memperhatikan pemandangan, cuaca, atau mempunyai teman baru. Tapi saya bisa melakukan semuanya saat perjalanan pulang. Saya benar-benar menikmati perjalanan kembali, saya belajar banyak keterampilan baru dan menguasai seni hidup. Begitu banyak sehingga saya lupa rasa sakit saat tidak menemukan harta karun itu,” jelas sang anak.

Demikianlah jika kita menjalani hidup hanya terfokus pada menemukan tujuan. Kita akan kehilangan banyak harta yang terlihat. Karena kebenaran adalah kehidupan yang tidak memiliki tujuan sama sekali selain hanya hidup itu sendiri dan tumbuh dengan itu setiap hari. Eksplorasi potensi kita setiap hari adalah satu-satunya tujuan hidup.