Find Us On Social Media :

Pesta untuk Pakaian

By K. Tatik Wardayati, Kamis, 10 Juli 2014 | 19:15 WIB

Pesta untuk Pakaian

Intisari-Online.com – Alkisah di sebuah kota, hiduplah seorang penyair terkenal. Seperti kebanyakan penyair dan filsuf lainnya, ia bukanlah orang kaya. Ia hidup sangat sederhana. Kemudian seorang pedagang kaya mengundang penyiar itu dengan pengusaha besar lainnya pada kesempatan pernikahan putrinya. Penyair itu pun menerima undangan dan memutuskan untuk hadir.

Pada hari pernikahan yang ditentukan, tuan rumah dan keluarganya menerima tamu di pintu gerbang. Mereka mengantarkan semua tamu menuju ruang makan. Semua orang-orang kaya di kota menghadiri pernikahan. Mereka datang dengan baju terbaik mereka. Sementara si penyair datang dengan baju sederhana dan tidak mahal. Ia menunggu di pojokan menunggu seseorang mendekatinya, sayangnya tidak ada yang memberi perhatian padanya. Bahkan tuan rumah tidak mengenalinya dan memalingkan mukanya.

Melihat semua itu, penyair itu diam-diam meninggalkan ruang pesta itu dan pergi ke toko yang menyewakan pakaian. Di sana ia memilih jubah  brokat bersulam emas di tepinya. Ia memilh sorban mewah dan di pinggangnya terlilit ikat pinggang mewah. Saat ia bercermin, ia melihat dirinya berubah.

Dengan pakaian yang disewanya, penyair itu kembali memasuki ruang pesta. Kali ini ia disambut dengan tangan terbuka. Tuan rumah memeluknya seperti kepada seorang teman lama dan memuji pakaian yang dikenakannya. Saat melihat penyair itu, tuan rumah mengatakan, “Inilah penyair favorit kita. Apa yang membuatmu begitu lama, kawan? Kami telah menunggu kedatangan Anda! Pertemuan ini pasti tak akan lengkap tanpa kehadiran Anda!”

Penyair itu tidak mengucapkan sepatah kata pun dan membiarkan tuan rumah membawanya ke ruang makan di mana tamu lain telah dijamu. Hidangan lezat telah diletakkan di meja panjang dan besar. Penyair itu ditawari kursi dengan bantal lembut. Makanan disajikan di peralatan makan yang terbuat dari perak.

Tuan rumah melayani penyair itu dengan sup ayam yang lezat dan beras yang wangi. Namun, sesuatu yang aneh terjadi. Penyair itu mencelupkan sudut jubahnya ke dalam sup dan menaburkan nasi di atasnya. Kepada pakaiannya, seolah-olah penyair itu berkata, “Ini adalah pesta untukmu, nikmatilah!”

Semua tamu kini menatapnya dengan heran. Mereka bertanya, “Tuan, apa yang Anda lakukan? Bagaimana pakaian Anda makan? Dan mengapa harus mereka?”

Untuk pertanyaan para tamu itu, sang penyair itu dengan tenang menjawab, “Sahabatku, saya sesungguhnya terkejut dengan pertanyaan Anda. Bukankah orang yang sama yang bahkan membuang muka ketika saya datang mengenakan pakaian sederhana? Saya bisa menebak bahwa pakaian dan penampilan yang penting bagi Anda, bukan individu saya. Sekarang saya telah mengenakan pakaian mewah, saya melihat ada perbedaan dalam penerimaan saya di sini. Maka sekarang saya bisa katakan bahwa pesta ini dimaksudkan untuk pakaian saya, dan bukan untuk saya.”