Find Us On Social Media :

Sebuah Kisah Ketidakcocokan

By K. Tatik Wardayati, Rabu, 26 November 2014 | 21:00 WIB

Sebuah Kisah Ketidakcocokan

Intisari-Online.com – Kita semua terkadang membuat kesalahan. Dan kadang-kadang penghapus akan melakukan triknya. Kita bisa menggosok seluruh halaman, menghilangkan debunya, tapi semua itu meninggalkan noda jelek. Tapi terkadang kita tidak bisa menghapus kata-kata atau tindakan. Bila di atas kertas, membuat kita merasa bersalah setiap kali kita melihatnya.

Adalah Grace Wallace. Ia baru saja pindah dari New  York. Aku ingat sekali guru kelas 3, Bu Lucas, mengatakan kepada kami bahwa Rahmat memiliki celebral palsy, yaitu kondisi medis yang mempengaruhi kontrol seseorang atas gerakan dan berbicara mereka. Ini biasanya disebabkan oleh kerusakan otak sebelum atau selama kelahiran. Bu Lucas mengatakan bahwa kita harus bersikap baik padanya, atau ia akan melihat kami setelah sekolah menghapus debu. Kami semua setuju, tentu saja.

Sayangnya ketika Grace memasuki kelas kami, semua orang tahu bahwa mereka tidak menepati janji mereka. Grace pendek, mirip anak kelas 1. Ia mengenakan pakaian yang tidak cocok, dan bersuara nyaris berbisik. Grace tidak bisa berjalan atau berbicara dengan baik. Ia hanya tertatih-tatih dari satu tempat ke tempat lain, jarang berbicara. Aku ingat ketika seorang guru praktek berteriak padanya agar berbicara lebih keras. Tapi itulah cara Grace.

Bahkan kini aku menyesal, setiap kali seluruh kelas mengejek Grace; yang biasanya ia pun menangis. Meskipun berkali-kali saya sudah melakukan tugas saya untuk menghilangkan debu.

Hari demi hari, orang memperlakukan Grace dengan buruk. Saat makan siang, mereka mengadakan lomba lari dengannya, hanya untuk membuatnya semakin jelek. Pada akhirnya, ia selalu akan kalah, tetapi tidak pernah cemberut atau terlihat kesedihan di wajahnya. Ia selalu siap untuk mencoba lagi, bertekad untuk menang. Aku tidak berpikir ia percaya bahwa ia memiliki celebral palsy, dilihat dari caranya berpidato dan berkompetisi lari. Aku bertaruh, teman sekelas akan menjadi teman terbaiknya jika ia tidak memiliki celebral palsy. Bukankah kejam, bagaimana orang menilai orang lain dari apa yang terlihat dari luarnya?

Ibu Teresa pernah memberikan pepatah seperti ini, “Jika Anda menghakimi orang, Anda tidak punya waktu untuk mengasihi mereka”.

Dan itulah yang dilakukan oleh semua orang. Dalam proyek sains, kami seharusnya saling bekerja sama. Tapi semua orang mengatupkan tangan dan berdoa agar mereka tidak satu kelompok dengan Grace. Dan bila akhirnya teman-teman bergabung dengannya dalam satu kelompok, maka mereka akan saling berjauhan dengan Grace. Bukan hanya karena Grace tidak normal, tetapi karena ia benar-benar tidak bersih. Katanya, ia tidak pernah mandi dalam hidupnya, selama 9 tahun.

Hingga seorang perawat di sekolah menemukan kutu di rambutnya.

Hari itu seorang perawat sekolah mengelilingi ruangan kelas, memeriksa rambut kami. Perlahan-lahan ia tiba di bangku Grace. Semua orang yakin bahwa sesuatu yang besar akan terjadi. Benar saja. Mata perawat itu melebar dan menyuruh Grace keluar dari ruangan. Setelah itu beberapa minggu kemudian, Grace tidak bersekolah. Kami bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi pada Grace.

Satu bulan kemudian, Grace kembali. Ketika kami mendengar mengapa butuh waktu lama baginya untuk kembali, kami langsung merasa bersalah. Grace memiliki gangguan saraf. Ia tidak bisa menangani hidupnya lagi. Ia telah menelan beberapa pil dan hampir berhasil membunuh dirinya sendiri. Ia pun mendatangi seorang psikoterapi, dan akhirnya baik-baik saja baginya untuk kembali ke sekolah.

Meskipun orang minta maaf atas apa yang mereka lakukan, mereka masih tidak bisa mendekatinya. Ia sangat sensitif. Aku melihat Grace hari-hari berikutnya, ia tidak lagi bau, dan ia menyisir rambutnya dengan baik. Dibutuhkan waktu yang lama untuk membentuk keberanian, tetapi hanya satu detik untuk kehilangan itu.

Memang benar, Grace tidak normal. Tidak, ia bukan tidak normal sama sekali. Ia hanyalah apa yang kita sebut khusus.