Find Us On Social Media :

Terima Kasih untuk yang Mana?

By K. Tatik Wardayati, Sabtu, 10 Januari 2015 | 18:00 WIB

Terima Kasih untuk yang Mana?

Intisari-Online.com – Berapa kali kita mengucap syukur atau terima kasih sepanjang hari ini, dari pagi sampai malam? Jawabannya pasti beragam. Ada jawaban dengan angka pasti, ada pula jawaban rasional matematis; tergantung berapa kali kita menerima sesuatu dari orang lain. Jawaban kedua ini sering terlontar. Itulah cermin perilaku manusia kiwari, di mana egoisme mendapat porsi yang “layak” dan dianggap “pantas”. Kejujuran, rasa syukur dan terima kasih, kini merupakan barang mewah yang susah didapat.

Adalah Edwin Arlington Robinson (1869 – 1935) sastrawan Amerika pemenang tiga hadiah Pulitzer kategori sastra yang mengatakan, sejatinya mengucap terima kasih secara paripurna itu tak gampang. Menurut Robinson, ada jenis terima kasih yang muncul seketika pada saat kita menerima atau mendapat sesuatu. Ada pula jenis yang lebih besar, yakni ketika kita mampu memberi. Jenis yang pertama, sudah jamak dilakukan orang. Tapi jenis kedua masih sedikit pemeluknya.

Lili, berwajah ayu tapi membenci diri sendiri lantaran buta. Bahkan ia sering menghujat Tuhan, membenci orang-orang di sekitarnya, kecuali Djoni, pacarnya. Pemuda luhur budi ini selalu setia menemani Lili dalam situasi apa pun.

Suatu hari si gadis berujar, kalau dikaruniai penglihatan lagi, ia akan menikahi sang pacar. Rupanya Tuhan mengabulkan. Seseorang tak dikenal menyumbangkan kedua bola matanya. Rampung transplantasi mata, Lili mampu melihat segala keindahan dunia, termasuk wajah sang pacar. Djoni kemudian melamarnya.

Sang gadis rupanya syok dan terpukul, begitu mengetahui bahwa sang pacar ternyata juga buta. Singkatnya Lili urung menikahi Djoni. Dengan hati remuk redam, pemuda ini akhirnya pergi. Seminggu kemudian Djoni mengirim pesan kepada Lili, “Just take care of my eyes, Dear.”

Djoni mungkin tidak pernah mengenal Robinson. Tapi ia sepakat, mengucap terima kasih memang tidak mudah. Yang jelas Djoni percaya, bukan kebahagiaan yang membuat seseorang mengucap terima kasih, tetapi ucapan syukurlah yang kini bisa membuatnya bahagia. Ia sudah berterima kasih secara paripurna, karena mampu memberi anggota badannya yang amat berharga. (*/djs - Intisari Juli 2012)