Belajar untuk Berbahagia

K. Tatik Wardayati

Penulis

Belajar untuk Berbahagia

Intisari-Online.com – Tantri terlibat percakapan lewat telepon dengan kawan lamanya, Sasra. Serius banget, padahal itu hari Minggu.

“Hari Minggu hari yang paling menyebalkan,” kata Sasra.

Tantri terhenyak. Sudah lama mereka tidak bertemu, setelah masing-masing sibuk dengan dunia rumah tangga selama sepuluh tahunan.

“Loh, kenapa?” tanyanya setengah memancing.

“Enggak tahu mau ngapain…”

Setahu Tantri, Sasra termasuk kawan yang cukup beruntung kehidupan keluarganya. Cukup mapanlah.

“Bukannya kamu tinggal pilih aktivitas? Pergilah nonton bioskop!” usul Tantri.

“Kulakukan tiap hari Senin, ladies night?”

“Nonton konser?”

“Biasanya hari Kamis atau Sabtu.”

Tantri mulai garuk-garuk kepalanya yang tak gatal.

“Ke galeri?”

“Enggak minat.”

“Berkebun?”

“Kulakukan tiap hari… Aku punya kebun yang keren.”

“Jalan-jalan dengan suami dan anak dong…” Tantri merasa ini pasti usul yang bakal diterima. Simpel dan kenapa sedari tadi tak diusulkannya? Tapi kembali terdengar suara sendu Sasra,

“Ya itulah, tapi kehabisan ide mau jalan ke mana .. Bosan…” Terbayang wajah Sasra yang muram.

Sasra mendesah. Aura murung di seberang telepon mulai mengimbas ke diri Tantri. Sasra sepertinya orang paling tidak bahagia di dunia saat ini.

Semua ia punya, tapi tak bahagia. Tantri teringat pernah membaca bahwa menurut survei kebahagiaan dunia, rakyat Eslandia termasuk rakyat yang paling bahagia di dunia. Ya, rakyat di negara sedingin itu, yang di musim dingin siang hari gelapnya seperit malam. Gelap dan dingin selama berbulan-bulan… tapi malah bisa bahagia. Ah, barangkali Sasra harus berkunjung ke sana. Untuk belajar caranya berbahagia. “Atau ia harus merasakan bangkrut, atau ditinggalkan suami, atau merasakan punya anak bermasalah?” pikirnya jahil.

Sementara itu di telepon, suara Sasra yang tidak bahagia masih terus berkeluh kesah. Kata orang, bahagia itu ada di pikiran, ada lagi yang bilang di hati. Ah, tak peduli yang mana yang betul, yang pasti belum ada di pikiran dan hati kawannya itu. (LW – Intisari Maret 2012)