Find Us On Social Media :

Hidup Seperti Sekantong Kacang Polong Beku

By K. Tatik Wardayati, Kamis, 22 Januari 2015 | 20:30 WIB

Hidup Seperti Sekantong Kacang Polong Beku

Intisari-Online.com – Beberapa minggu setelah istri saya, Georgia, meninggal, saya sedang memasak makan malam untuk anak saya dan saya sendiri. Untuk sayuran, saya memutuskan memilih kacang polong beku. Saat saya sedang membuka kantong kacang polong, tiba-tiba tergelincir dari tangan saya dan jatuh ke lantai. Kacang polong, seperti kelereng, pun menggelinding ke mana-mana. Saya mencoba menggunakan sapu, tetapi setiap kali menyapu, kacang polong menggelinding, lalu memantul dari sisi lain, dan menggelinding ke arah lain.

Keadaan mental saya pada waktu itu rapuh. Kehilangan pasangan adalah rasa sakit yang tak tertahankan. Saya pun membungkuk dan menggunakan tangan mengumpulkan kacang polong itu untuk membuangnya. Saya setengah tertawa dan setengah menangis saat mengumpulkan kacang polong itu. Saya seperti tengah melihat sebuah humor sedang terjadi.

Minggu depannya, setiap kali saya berada di dapur, saya akan menemukan kacang polong yang berusaha “melarikan diri” dari pembersihan pertama saya. Di sebuah sudut, di belakang kaki meja, atau di bawah tikar, atau tersembunyi di bawah pemanas, saya selalu menemukan kacang polong-kacang polong itu. Delapan bulan kemudian saya mengeluarkan isi kulkas dan membawa keluar kulkas untuk dibersihakn. Dan menemukan selusin kacang polong bersembunyi di bawahnya.

Pada saat saya menemukan beberapa kacang polong yang tersisa, saat itu saya sedang menjalin sebuah hubungan baru dengan seorang wanita yang bertemu dalam sebuah komunitas janda/duda. Setelah kami menikah, saya teringat kembali akan kacang polong di bawah kulkas. Saya menyadari bahwa hidup saya seperti sekantong kacang polong beku itu. Istri saya pergi lebih dahulu. Saya berada di sebuah kota baru dengan pekerjaan baru yang sibuk dan anak saya  mengalami kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya, ditambah lagi rasa kehilangan ibunya. Saya seperti mengalami kecelakaan. Saya jatuh, tumpah, seperti halnya kacang polong beku. Hidup terpisah dan tersebar.

Ketika hidup membuat kita jatuh, ketika segala sesuatu yang kita tahu terpisah, ketika kita berpikir tidak pernah bisa melewati masa-masa sulit. Ingatlah, sekantong kacang polong beku. Kacang polong dapat dikumpulkan dan kehidupan akan bergerak lagi. Kita dapat menemukan semua kacang polong. Kacang polong pertama dengan mudah kita kumpulkan dalam tumpukan, lalu kita mencari yang lain. Kemudian kita akan menemukan yang lebih banyak lagi, sehingga semua terkumpul dan hidup menjadi utuh lagi.

Kehidupan kita tersebar setiap saat. Kita selalu bergerak, tapi seberapa cepat kita mengumpulkan kacang polong, tergantung pada kita. Akan terus berhamburan setiap kali di  “sapu”, atau akan mengambilnya satu per-satu, dan menempatkannya kembali bersama-sama?

Bagaimana kita mengumpulkan “kacang polong” kita? (dikisahkan oleh Michael T. Smith dalam skywriting)