Find Us On Social Media :

Koin di Sepatu Tua

By K. Tatik Wardayati, Rabu, 28 Januari 2015 | 21:00 WIB

Koin di Sepatu Tua

Intisari-Online.com – Seorang pemuda, mahasiswa di salah satu universitas, pada suatu hari berjalan-jalan dengan seorang Profesor, yang biasa berteman dengan siswanya. Karena kebaikan sang Profesor, banyak orang yang menunggu apa yang dikatakannya.

Di tengah perjalanan, mereka melihat sepasang sepatu tua milik seorang miskin yang bekerja di lapangan dekat mereka. Sepertinya orang miskn itu hampir selesai hari kerjanya. Maka berkatalah pemuda itu kepada sang Profesor, “Mari kita bermain sulap. Kita akan menyembunyikan sepatunya, lalu kita bersembunyi di balik semak-semak, dan menunggu melihat pemilik sepatu untuk melihat ia kebingungan karena tidak menemukan sepatunya.”

“Teman,” jawab sang Profesor, “kita tidak boleh menghibur diri dengan mengorbankan orang miskin. Jika Anda kaya, Anda bisa memberikan diri Anda sebuah kesenangan yang jauh lebih besar kepada orang miskin ini. Masukkan koin di setiap sepatu, lalu kita sembunyi, dan lihat bagaimana hal itu mempengaruhinya.”

Pemuda itu melakukannya dan mereka berdua bersembunyi di belakang semak-semak terdekat. Orang miskin itu segera menyelesaikan pekerjaannya, dan berjalan ke lapangan tempatnya meninggalkan mantel dan sepatu.

Sambil memakai mantelnya, si miskin menyelipkan kakinya ke salah satu sepatunya. Ia merasa ada sesuatu yang keras, ia membungkuk untuk melihatnya, dan menemukan koin. Ia keheranan dan raut bertanya-tanya terlihat di wajahnya. Ia menatap koin itu, membaliknya, menatap lagi, dan lagi.

Ia melihat ke sekelilingnya, tapi tidak ada orang di sana. Ia lalu memasukkan koin itu ke dalam saku mantelnya, dan mulai mengenakan sepatu yang lain, dan ia terkejut untuk kedua kalinya karena mendapati koin lagi.

Perasaan si miskin itu campur aduk. Akhirnya ia jatuh berlutut, mendongak ke langit dan mengucapkan rasa syukur yang kuat sambil berbicara tentang istrinya yang sakit dan tidak berdaya, dan anak-anaknya tanpa makanan, dan atas karunia dari tangan yang tidak diketahuinya itu, akan menyelamatkannya.

Pemuda itu berdiri dari tempat persembunyiannya, matanya berkaca-kaca. “Sekarang,” kata sang Profesor, “apakah Anda tidak jauh lebih baik daripada jika Anda bermain sulap seperti yang Anda maksudkan?”

Pemuda itu menjawab, “Profesor, Anda telah mengajarkan saya sebuah pelajaran yang tidak akan pernah saya lupakan, yang tidak pernah saya mengerti sebelumnya. Lebih berbahagia memberi daripada menerima.”