Find Us On Social Media :

Kisah Gajah Putih yang Tak Ingin Meninggalkan Ibunya

By K. Tatik Wardayati, Jumat, 30 Januari 2015 | 20:45 WIB

Kisah Gajah Putih yang Tak Ingin Meninggalkan Ibunya

Intisari-Online.com – Sekali waktu, hiduplah kawanan gajah di bagian bawah pegunungan Himalaya. Jumlahnya sekitar delapan ribu. Pemimpin mereka adalah gajah mutih yang memiliki hati yang baik dan membangkitkan semangat. Ia sangat mencintai ibunya yang buta dan lemah dan tidak bisa mengurus dirinya sendiri.

Setiap hari gajah putih ini akan pergi jauh ke dalam hutan untuk mencari makanan. Ia akan mencari buah liar yang terbaik untuk ibunya. Sayangnya, ibunya tidak pernah mau menerima itu. Ini karena ada yang memberitahu bahwa mereka harus mencari makanan sendiri. Setiap malam, ketika gajah putih itu kembali ke rumahnya, ia terkejut mendengar ibunya kelaparan sepanjang hari. Ia benar-benar muak dengan kelompoknya.

Suatu hari, gajah putih itu ingin meninggalkan kawanannya dan menghilang di tengah malam bersama ibunya. Ia membawa ibunya ke Gunung Candorana dan tinggal di sebuah gua di samping danau yang indah, ditutupi oleh bunga-bunga teratai merah muda cantik.

Pada suatu waktu, ketiga gajah putih itu sedang memberi makan ibunya, ia mendengar teriakan keras. Seorang polisi hutan dari Benaras tersesat dan benar-benar ketakutan. Ia datang ke daerah itu untuk mengunjungi kerabatnya dan kini tidak bisa menemukan jalan keluar.

Ketika melihat gajah putih besar itu, ia semakin ketakutan dan belari secepat mungkin. Gajah putih itu mengikutinya dan mengatakan kepadanya untuk tidak takut, karena yang ia lakukan hanyalah ingin membantunya. Gajah putih itu meminta polisi hutan itu menceritakan mengapa ia menangis. Polisi hutan itu menjawab bahwa ia sudah mengelilingi hutan selam tujuh hari namun tidak bisa menemukan jalan keluar.

Gajah putih itu menyuruhnya untuk tidak khawatir karena ia mengenal setiap inci dari hutan itu dan bisa membawanya ke tempat yang aman. Gajah itu kemudian mengangkatnya ke punggungnya dan membawanya ke tepi hutan hingga polisi hutan itu dengan gembira melanjutkan perjalanannya kembali ke Benares.

Pada saat mencapai kota, polisi hutan itu mendengar bahwa gajah pribadi Raja Bramadutta baru saja mati dan Raja sedang mencari gajah yang baru. Pengawalnya berkeliling ke kota, mengumumkan bahwa setiap orang yang melihat atau mendengar ada gajah yang cocok untuk menjadi tunggangan raja harus datang untuk melaporkan.

Polisi hutan itu sangat bersemangat dan segera menemui Raja, lalu bercerita tentang gajah putih yang ia lihat di Gunung Candorana. Ia mengatakan bahwa ia telah menandai jalan untuk menemukan tempat gajah putih itu.

Raja sangat senang mendengar informasi itu dan mengirimkan sejumlah balatentara dan pelatih gajah bersama polisi hutan itu. Setelah melakukan perjalanan selama beberapa hari, kelompok itu sampai di danau tempat tinggal gajah putih itu. Mereka perlahan-lahan bergerak ke tepi danau dan bersembunyi di balik semak-semak. Gajah putih saat itu sedang mengumpulkan tunas teratai untuk makan ibunya dan bisa merasakan kehadiran manusia. Ketika ia mendongak, ia melihat polisi hutan itu dan menyadari bahwa dialah yang membawa pasukan Raja kepadanya. Gajah putih itu sangat marah karena merasa polisi hutan itu tidak tahu berterima kasih, tetapi ia berpikir jika ia mengamuk maka banyak orang akan terbunuh. Gajah putih itu terlalu baik untuk menyakiti siapapun. Ia pun memutuskan untuk pergi bersama mereka dan nanti berharap Raja yang akan membebaskannya.

Ketika malam itu gajah putih tidak kembali ke rumahnya, ibunya sangat khawatir. Ia mendengar semua keributan di luar rumahnya dan menduga bahwa Raja telah mengambil anaknya. Ia takut Raja akan membunuh anaknya. Ia juga khawatir tidak ada seorang pun yang merawatnya atau memberinya makan karena ia buta. Ia hanya berbaring dan menangis sedih.

Sementara di kota, anaknya diarak dengan sebuah pesta besar. Namun, gajah putih itu tidak menanggapi apa pun. Ia hanya duduk dan terlihat sedih. Para pelatih gajah yang melihat ini melaporkannya pada Raja, karena takut sesuatu akan terjadi pada gajah putih karena tidak makan dan minum. Raja sangat prihatin mendengarnya dan ingin melihat sendiri keadaan gajah putih itu.

Gajah putih itu menjawab ia tidak akan makan apapun sampai bertemu dengan ibunya. Raja pun bertanya di mana ibunya. Gajah putih menjawab bahwa ia harus kembali ke Gunung Candorana dan khawatir terhadap ibunya yang buta dan tidak bisa mencari makan sendiri. Gajah putih itu takut ibunya mati.

Dengan penuh kasih Raja itu tersentuh oleh cerita raja dan mengijinkannya kembali ke ibunya yang buta dan merawatnya. Dengan bahagia gajah itu kembali pulang secepat ia bisa. Ia lega mendapati ibunya masih hidup. Ia mengisi belalainya dengan air dan menyiram ibunya yang berpikir bahwa itu hujan. Dan berpikir bahwa roh jahat telah menyakitinya dan mendoakan agar anaknya selamat. Gajah putih itu dengan lembut mengusap ibunya dengan belalainya. Ibunya segera mengenali sentuhan anaknya dan sangat gembira. Gajah putih itu pun merawat ibunya yang damai dan bahagia, hingga akhir hayatnya. Ia sangat berterima kasih kepada Raja yang telah mengembalikan anaknya ke rumah. Gajah putih itu merawat ibunya hingga mati.

Dan ketika gajah putih itu pun mati, Raja kemudian mendirikan patung dirinya di pinggir danau dan mengadakan festival tahunan gajah untuk memperingati jiwa yang peduli dan mulia.