Find Us On Social Media :

Kisah Imlek 2: Ketika Kiong Hie Diganti Gong Xi

By Lily Wibisono, Sabtu, 21 Februari 2015 | 14:00 WIB

Kisah Imlek 2: Ketika Kiong Hie Diganti Gong Xi

Intisari-Online.com - Karena pengaruh Tiongkok yang mengglobal, istilah “kiong hie” sekarang semakin tergantikan oleh “gong xi” (dibaca: kung si, bahasa Mandarin) yang lebih internasional. Padahal artinya sama saja. Ketika pemerintah mengizinkan kembali perayaan adat Tionghoa di depan umum, butuh waktu untuk percaya bahwa ini benar-benar terjadi. Bahwa kini kami bisa lagi mengekspresikan ketionghoaan tanpa rasa bersalah atau takut.

Apalagi saya percaya bahwa banyak nilai ketimuran seperti hormat kepada orangtua, persaudaraan, silaturahmi, dapat dengan mudah diajarkan kepada anak-anak lewat bahasa budaya, ketimbang pendekatan indoktrinasi. Bahwa anak-anak kami menjadi bagian dari budaya peranakan Tionghoa di negeri ini adalah fakta. Kami tak ingin anak-anak tumbuh dengan tak tahu akarnya: katanya “Tionghoa” tapi tak bisa berbahasa Cina, katanya Indonesia, tetapi tak kenal budaya lokal karena tinggal di Jakarta, akrab dengan budaya pop (baca: barat) tetapi bukan orang barat.

Titik balik itu terjadi berkat Presiden Keempat RI Abdurahman Wahid alias Gus Dur, karena pada tahun 2000 ia mencabut Instruksi Presiden (Inpres) No 14/1967Intruksi Presiden (Inpres) No 14/1967. Inpres pada zaman Orde Baru berkuasa tersebut melarang orang-orang Tionghoa merayakan ritual keagamaan dan pesta adat di depan umum. Karena keberpihakannya, sampai hari ini Gus Dur dikenang dengan penuh terima kasih oleh kaum minoritas Tionghoa di Indonesia.

Bagaimana rasanya ketika palu godam Pak Harto dijatuhkan?