Find Us On Social Media :

Kisah Dokter yang Korupsi

By K. Tatik Wardayati, Rabu, 25 Maret 2015 | 20:15 WIB

Kisah Dokter yang Korupsi

Intisari-Online.com – Dr. Don ingin sukses lebih dari apa pun. Itulah sebabnya ia menjadi dokter. Ia akan melakukan apa saja agar lebih makmur. Bukan hanya kekayaan yang ia inginkan, tapi ia pun ingin dihormati.

Saat ia tumbuh dewasa, ayahnya lebih sering meremehkan dan mencaci makinya. Menghancurkan harga dirinya, menyebabkan ia merasa canggung dan gagap, yang semakin membuat malu ayahnya. Sepanjang kuliah, Don belajar keras untuk mendapatkan nilai yang baik sehingga ia bisa menunjukkan kepada ayahnya bahwa ia telah berhasil. Sayangnya, ayahnya tidak terkesan. “Siapa saja bisa mendapatkan gelar. Hanya dengan uang receh pun lusinan orang bisa mendapatkannya,” kata ayahnya sambil tersenyum.

Menjadi pencarian seumur hidup Don untuk mendapatkan penghargaan dari ayahnya. Akibatnya, ia tidak menghargai dirinya sendiri. Namun, ia percaya, jika ia mendapatkan dukungan dari ayahnya, maka ia berhenti berusaha untuk itu.

Setelah lulus dari sekolah kedokteran, ia magang di sebuah rumah sakit setempat. Kemudian mendirikan klinik di sebuah kota kecil.

Sebenarnya Don menghadap tiga hal ini: ia benci menjadi dokter, pengakuan dari ayahnya yang tidak pernah didapatkannya, dan ia tinggal di kota yang berlebihan jumlah dokternya. Ini benar-benar membuatnya sedih.

Ia tidak memiliki banyak pasien sehingga tagihannya pun menumpuk. Ayahnya dengan senyum di wajahnya mengejek, “Aku bilang juga apa.”

Lalu, seorang eksekutif perusahaan obat datang ke kantornya suatu pagi dan memberinya banyak obat bebas untuk dibagikan kepada pasiennya dengan harapan mendapatkan pesanan baru. Ia juga menunjukkan kepada Don, obat yang baru saja dikeluarkan di pasar yang diklaim dapat menyembuhkan penyakit infeksi apa pun. Namun, obat itu belum mendapatkan persetujuan dari BPOM.

Dr. Don sebenarnya khawatir terhadap keamanan obat baru itu, tapi ia tidak mengatakannya kepada eksekutif perusahaan obat itu. Sebagai bagian dari promosi, perusahaan obat akan memberikan bantuan keuangan kepada dokter yang meresepkan obat tersebut dalam jumlah yang banyak. Ia memutuskan tidak tertarik atas penawaran tersebut.

Di rumah sakit setempat, salah seorang dokter mengambil cuti karena serangan alkoholisme. Ini disebabkan karena stres pekerjaan. Don pun senang karena ada kesempatan untuk bekerja secara teratur di rumah sakit tersebut, sehingga ia bisa membayar tagihan yang menumpuk di kantornya. Ia pun bertemu beberapa dokter di rumah sakit, yang sedang dibujuk oleh para eksekutif perusahaan obat.

Suatu hari, ia membutuhkan uang banyak dengan cepat untuk membayar tagihan sewa rumah dan kantornya. Akhirnya ia meresepkan obat untuk setiap pasien yang sebenarnya pun tidak membutuhkan. Dalam beberapa hari, ia menerima cek sebesar 2,5 juta dolar.

Don pun bisa membayar sewa rumah dan kantornya, serta beberapa tagihan, dan sedikit dari sisa uangnya ia mengajak orangtuanya ke restoran yang bagus. Setelah makan ayahnya mengatakan sesuatu yang membuatnya benar-benar terkejut. Ayahnya berkata, “Ah, saya kira kau membuktikan bahwa saya salah. Kau membuat keberhasilanmu sendiri.”

Hari-hari berikutnya, ia pun mulai meresepkan obat baru itu untuk pasien, bahkan yang tidak membutuhkannya.