Find Us On Social Media :

Remaja Penderita Sindrom Asperger Tidak Menuntut Orang yang Menyerangnya, Dia Melakukan Sesuatu yang Jauh Lebih Baik

By K. Tatik Wardayati, Senin, 6 Juli 2015 | 19:30 WIB

Remaja Penderita Sindrom Asperger Tidak Menuntut Orang yang Menyerangnya, Dia Melakukan Sesuatu yang Jauh Lebih Baik

Intisari-Online.com – Gavin Joseph bisa saja melaporkan para preman yang menyerangnya kepada kuasa hukum, tapi ia memilih sesuatu yang jauh lebih efektif.

Kisah ini adalah bagaimana penderita sindrom Asperger, Gavin Josep, “memberikan pelajaran” untuk menjadi “sedikit berbeda” karena kondisi tersebut. Ia diserang oleh orang asing yang langsung berlaku kasar setelah ia mendengar dari beberapa remaja lain yang menggambarkan Gavin sebagai orang yang “menyeramkan” karena kadang-kadang pergi sendiri.

Gavin, dari New Baden, Illinois, telah ditipu untuk datang ke sekerumunan orang sebelum ia dicekik dan ditinju di depan mereka. Gavin mengalami memar, gegar otak, dan hidung patah, setelah mendapatkan serangan tak beralasan tersebut.

Lalu, bagaimana reaksinya ketika para penyerangnya menghasutnya untuk melaporkan ke polisi? Kebanyakan para korban tentunya ingin melihat para penyerang merasakan hukuman atas itu. Tapi, meskipun cedera berat, Gavin memutuskan untuk berhati besar dan memberikan mereka “pelajaran” tersendiri.

Gavin meminta para preman yang menyerangnya untuk menyaksikan, dengan keluarga mereka, pesan video 20 menit yang telah direkamnya sehingga mereka bisa melihat kerugian yang telah mereka lakukan dan mendengar hal-hal dari sudut pandangnya. Ia lalu menulis sebuah esai tentang Sindrom Asperger.

Ibu Gavin sangat bangga atas reaksi anaknya, lalu ia memutuskan menuliskan kisahnya ke Facebook. Sejauh ini postingannya sudah dibagikan oleh hampir 100.000 pengguna.

Ini postingan yang ditulis oleh Ibu Gavin. “Beberapa anak berbicara bagaimana ia merasa aneh selalu sendiri, menghadiri sebuah acara sendiri dan melihat orang, dan ‘menyeramkan’ bagaimana ia ingin bertemu dengan orang-orang yang tidak dikenalnya. Anak lain yang mendengar percakapan itu memutuskan menindaklanjuti dan menjadi hakim sendiri. Dan inilah hasilnya. Ia tidak bertanya, tidak mengenal Gavin, tidak pernah bertemu dengannya, dan tidak memberinya kesempatan untuk membela diri. Gavin dipanggil untuk bertemu dengan seseorang. Ia dikelilingi oleh orang yang tidak dikenalnya, dicekik, dan ditinju, lalu ditinggalkan begitu saja di trotoar.”

Ayah Gavin  mengatakan bahwa Gavin memiliki Asperger dan ADHD saat berusia tiga tahun. Sindrom ini tidak bisa dilihat dengan kasat mata, tetapi karena masalah emosi. Ia tidak bisa membatasi gerakannya, atau kemampuan berjalan, juga interaksi sehari-hari dengan orang yang sangat sulit. Bisa saja tiba-tiba ia menjadi ‘kasar’, atau ‘aneh’, tidak tertarik, dan ini terjadi tanpa disengaja.

Namun, ia juga bisa menjadi baik, murah hati, dan pemaaf, tapi ini harus dipelajari dan tidak selalu alami. Menjadi temannya adalah sangat sulit karena kecenderungannya untuk mengisolasi diri. Gavin telah bertahun-tahun mempelajari apa yang dipikirkan oleh masyarakat, yang tepat dan tidak tepat, sehingga ia tidak menyinggung siapapun atau menonjol dalam status sosial.

Karena serangan tersebut, Gavin mengalami gegar otak ringan, kerongkongan memar, ujung hidungnya retak, dan hematoma di matanya. Tapi itu semua tidak ada yang permanen.

Gavin tidak meminta biaya pengobatan atau apa pun, tetapi meminta agar komunitas mereka itu melayani para penderita cacat terkait. Ia juga  menulis sebuah makalah tentang Asperger, dan meminta mereka menonton sebuah pernyataan video 20 menit yang direkamnya agar mereka melihat bagaimana kerugian yang telah mereka timbulkan atas dirinya, dan mendengar sendiri dari sudut pandangnya.

Para pengguna Facebook telah menyatakan kekaguman mereka pada reaksinya. (mirror)