Find Us On Social Media :

Kisah Gelombang dan Batu Karang

By K. Tatik Wardayati, Kamis, 16 Juli 2015 | 19:30 WIB

Kisah Gelombang dan Batu Karang

Intisari-Online.com – Alkisah, ada gelombang. Ia suka bermain-main dengan angin. Ia suka membelai batu di pantai.

Begitu ia masuk ke sebuah teluk yang aneh. Ada sebuah karang. Ia berdiri di tengah-tengah teluk. Gelombang pun berteman dengan batu karang. Mereka bisa berbicara selama berjam-jam. Mereka menghabiskan waktu bersama-sama.

Setelah itu gelombang menyadari bahwa ia mencintai batu karang itu. Karang pun menyukai lucu dan cerobohnya gelombang. Tapi ia mengatakan, “Tidak, kau tidak bisa mencintai saya. Saya adalah batu. Saya sebuah batu karang. Saya tidak tahu bagaimana mencintai. Saya bisa menghancurkanmu.”

Tapi gelombang tidak mau mundur. Ia mencoba memeluk karang dan tersebarlah oleh ribuan emas. Tapi gelombang mencoba untuk melakukan hal ini lagi. Ia memaksa dirinya untuk berkomunikasi dengan karang. Dengan hati-hati ia melepaskan kerang yang menempel pada dirinya.

Tapi karang mengatakan, “Saya kuat. Saya batu. Saya tidak perlu perhatianmu.”

Sekali lagi gelombang bergegas ke arahnya. Sekali lagi pula semprotan berkilau pada angin.

Tahun-tahun berlalu. Gelombang masih mencintai karang. Ia berpura-pura tidak memperhatikan ini. Ia mencoba mendekatinya, yang sudah mulai rusak.

Suatu pagi gelombang menghilang. Karang bagun dan tidak melihat ia ada di dekatnya. Tapi ia memaksa dirinya untuk tidak berpikir tentang hal itu. Hari  berlalu, tapi ia tidak muncul juga.

Beberapa tahun telah berlalu, dan gelombang kembali. Ia telah banyak berubah. Ia tahu banyak tentang kehidupan sekarang. Ia tidak lagi begitu memikirkan dan ceroboh. Tapi ia masih mencintai karang. Dan karang, ia berpura-pura tidak peduli bahwa gelombang datang kembali, karena ia batu. Bagaimana ia mampu melemahkan gelombang?

Bertahun-tahun telah berlalu. Gelombang masih berbicara dengan karang, tapi tidak ada percakapan yang lebih intim sepanjang malam. Karang semakin tua. Air telah merusaknya. Dan gelombang bepergian, belajar dari negara-negara dan kota-kota baru, orang-orang baru. Entah bagaimana, ketika kembali ke rumah, ia menyadari bahwa ia tidak lagi memikirkan karang. Karang juga memahami itu. Dan ia juga mengerti bahwa tidak bisa hidup tanpa gelombang, tanpa cerita tentang kota dan pantai asing, tanpa kicauan tentang segala sesuatu.

Suatu hari karang berkata, “Ya, saya batu. Ya, saya sebuah karang. Tapi saya tidak bisa hidup tanpa engkau.”

Dan ia jatuh ke dalam gelombang. Dan gelombang…. ia hanya mencium mengucapkan selamat tinggal.