Penulis
Intisari-Online.com – Alkisah, ada seorang anak yatim piatu berusia delapan tahun. Di desa yang dihuni oleh enam keluarga, ia tinggal sendirian, hidup di peternakan dan di jalan-jalan. Keluarganya tidak diketahui. Ia tidak bisa sekolah sehingga ia tidak punya teman. Orang-orang di desanya mengatakan bahwa ia membuat barang-barang menghilang, bajak rusak, kaca dan tumpukan jeramin, sehingga ia dijauhi oleh orang-orang.
Suatu hari, seorang anak laki-laki sedang dihukum oleh gurunya. Ia diikat ke pohon karena melarikan diri dari sekolah. Anak yatim itu sedang bermain di lapangan, dan setelah memperhatikan anak laki-laki yang diikat ke pohon, ia menawarkan pertemanan dengannya.
“Seorang teman!” teriak anak laki-laki itu, memegang tangan anak yatim itu dan mereka pun berteman.
Anak laki-laki itu berbicara tentang sekolah, dan anak yatim itu mendengarkan. Ketika anak laki-laki itu menyudahi ceritanya, mereka memutuskan untuk bermain.
“Tapi saya terikat, teman baru,” ujarnya kepada anak yatim itu.
“Tidak masalah,” kata anak yatim itu. “Kita akan membuat sesuatu!”
“Membuat sesuatu?” tanya anak laki-laki itu. “Tapi kita ‘kan anak-anak! Kita bayi!”
“Hal-hal kecil,” anak yatim itu menjawab, “segala sesuatu di sekitarmu dibuat. Jika mereka bisa, maka kita juga bisa. Hal kecil saja,” kata anak yatim itu.
Maka mereka mengumpulkan daun-daun yang berserakan dan ranting patah dari seluruh pohon, dan membuat sebuah burung.
“Wow!” anak laki-laki itu tersentak, ketika melihat anak yatim itu mencium sayapnya dan burung itu mulai terbang. Burung itu mengepakkan sayapnya dan terbang di sekitar pohon dua kali. Ia duduk di bau anak laki-laki itu dan berceloteh ‘terima kasih’, sebelum ia terbang pergi.
“Kamu siapa? Bagaimana mungkin?” tanya anak laki-laki itu.
Anak yatim itu menyentuh tali di perut anak itu. “Hanya jika kita cukup senang,” katanya, dan seekor ular pun menghilang ke dalam hutan. (theunboundedspirit)