Penulis
Intisari-Online.com -Inilah kisah perjalanan H.O.K. Tanzil ke Tana Toraja yang dia tulis diIntisariedisi Oktober 1978 dengan judul asli "Mengunjungi Tana Toraja". -- Desa Kete (2 km) adalah tempat keempat yang kami kunjungi. Kami lihat para penduduk mengukir dinding rumahnya. Gambar langsung diukir dengan sebilah pisau yang sangat tajam tanpa lebih dulu dilukiskan dengan pensil. Di desa inipun nampak ada beberapa peti jenazah yang dipertontonkan.
Setelah mengisi perut, perjalanan dilanjutkan ke Palawa, 9 km ke Utara, ke sebuah desa Toraja tua. Di Marante, sebuah desa Toraja terdapat kuburan yang katanya tertua. Letaknya tinggi sekali, kira-kira 50 m di atas dan sisa sebuah balkon masih nampak. Di gua-gua kecil di bawah tercecer tebela-tebela terbuka berisi kerangka.
Obyek pariwisata terakhir hari itu ialah Nanggala. Katanya, kampung itu dimiliki oleh seorang janda ningrat yang kaya. Ia masih tinggal di situ. Terlihat belasan rumah tinggal khas Toraja berderet rapih dan di depannya ada sederetan lumbung padi. Sawah dan tanah yang ditumbuhi pohon buah-buahan sangat luas.
Sore pukul 16.30 selesailah tour yang sangat menarik tapi melelahkan itu. Akhirnya kami sampai ke hotel di Ujung Pandang pada pukul 4 pagi, setelah 10 jam perjalanan. Patut dicatat bahwa makanan lain yang nikmat dan murah di kota itu ialah ayam goreng dengan sopnya yang banyak dikenal umum di sana.
Paginya sebelum berangkat ke Jakarta kami masih berkesempatan ke Malino, kota di daerah pegunungan pada ketinggian 1050 m. Letaknya 70 km ke timur dari Ujung Pandang melalui Sungguminasa. Kira-kira sepertiga perjalanan sebelum tujuan, jalan mendaki dan berliku-liku dengan lembah dan pegunungan yang cantik. Kota peristirahatan ini tak besar.
Bila mencari ketenteraman di hawa sejuk inilah tempatnya. Keamanan di Sul-Sel baik. Pintu mobil yang diparkir tak perlu dikunci, bahkan jendela kaca tak pernah kami tutup padahal barang belian tetap di mobil. Tidak ada barang yang hilang. Disiplin penumpang bus dan para pengemudi di Sul-Sel patut dicontoh. Sifat toleran dan mau mengakui hak orang lain sangat menyenangkan kami. Tator (Tana Toraja) sebagai obyek pariwisata internasional bernilai tinggi. Buktinya banyak turis asing mengunjungi daerah itu.
Sebagai obyek pariwisata Nasional, menurut saya, mengunjungi Tator termasuk sesuatu yang mewah. Berpiknik ke Tator sangat dianjurkan, karena biayanya ringan. Naik bis selain lebih cepat dan murah (Ujung Pandang-Rantepao biayanya Rp. 1.350,- untuk satu tempat duduk) dapat pula dipesan lebih untuk seorang tanpa kuatir diserobot. Mengenai ongkos makan dan hotel tentu tergantung dari masing-masing selera dan kemampuan.
Yang membuat biaya trip ke Tator jadi tinggi adalah harga tiket p.p. Jakarta-Ujung Pandang yaitu lebih kurang Rp. 85.000,- seorang. Kalau semata-mata hendak pesiar maka orang akan memilih ke Singapura, apalagi untuk orang yang sok luar negeri. Biaya pesawat terbang ke sana p.p. hanya sekitar Rp.55.000,-. Namun untuk kami, mengunjungi Tana Toraja dengan kuburan-kuburan khasnya memberi kepuasan walaupun dengan susah payah karena melihat sesuatu tidak ada di tempat lain di dunia.