Find Us On Social Media :

HOK Tanzil: Sajian Musik Xylophon di Gua Tabuhan

By Birgitta Ajeng, Kamis, 26 September 2013 | 11:00 WIB

HOK Tanzil: Sajian Musik Xylophon di Gua Tabuhan

Inilah cerita H.O.K. Tanzil saat mampir ke Bali dalam perjalanan ke Lombok yang dia tulis di Intisari edisi April 1981 dengan judul asli "Ke Lombok Mampir di Bali".Intisari-Onlie.com - Sewaktu sudah berada di jalan utama 32 km dari Pacitan atau 2 km dari desa Puncung, sekonyong-konyong kami (H.O.K. Tanzil bersama istrinya) membaca sebuah papan bertuliskan: Gua Tabuhan, 2850 m, menunjuk ke sebuah jalan samping sebelah kanan. Saya putar haluan.Di mulut jalan samping khusus yang dipalangi ini terdapat sebuah pos. Tiap mobil pengunjung harus membayar karcis masuk Rp100. Jalan sampai ke Gua Tabuhan sepanjang 2850 m cukup baik.Sebuah tempat parkir kendaraan terdapat di akhir jalan depan gua. Saat itu tidak nampak manusia selain kami. Lambat-laun orang berdatangan: lelaki, perempuan, tua, muda, anak dan bayi tak terkecuali.Semua menawarkan jasa masing-masing. Seorang kakek membawa buku tamu yang harus diisi sembari bayar dana cuma Rp100. Ternyata tidak banyak pengunjung yang ke gua itu. Yang terakhir datang 2 hari sebelumnya.Banyak bocah yang membawa lampu petromax untuk disewakan dengan harga Rp500 untuk masuk dalam gua sejauh 40 meter.Mulut gua selebar ± 30 m dan panjangnya ± 40 m. Cukup terang karena sinar masih dapat masuk. Batu-batu stalaktit nampak bergantungan ke bawah yang besarnya variabel dari segemuk batang pohon jati di bagian pangkalnya sampai sekurus bambu. Ada beberapa stalaktit yang masih meneteskan air.Agak di bagian dalam sebelah pojok kiri terdapat serombongan stalaktit yang dipukul-pukul oleh beberapa anak untuk mendemonstrasikan bunyi nada yang berlainan. Memang kekhasan di gua Tabuhan ini ialah dapat disajikan musik "xylophon" stalaktit. Dengan membayar Rp1500, serombongan 7 orang dengan pesinden memainkan 5 buah lagu, di antaranya "Walangkekek" dan "Ijo-ijo".Masuk gua sedalam 40 m, konon adalah tempat pertapaan Sentot Prawirodirjo, seorang panglima tentara Pangeran Diponegoro. Bila pada permulaan tidak nampak orang lain, maka sewaktu kami akan meninggalkan tempat itu, ramainya seperti di pasar.