Find Us On Social Media :

HOK Tanzil: Mayat-mayat Itu Bergeletakan di Tanah

By Birgitta Ajeng, Kamis, 26 September 2013 | 05:00 WIB

HOK Tanzil: Mayat-mayat Itu Bergeletakan di Tanah

Inilah cerita H.O.K. Tanzil saat mampir ke Bali dalam perjalanan ke Lombok yang dia tulis di Intisari edisi April 1981 dengan judul asli "Ke Lombok Mampir di Bali".Intisari-Onlie.com - Tujuan utama di Bali kali ini ialah mengunjungi Trunyan untuk menyaksikan mayat-mayat yang tidak dikubur namun tidak berbau.Ketika sampai di Truyan nampak banyak anak-anak dan banyak penduduk mendatangi kami ((H.O.K Tanzil bersama istri). Langsung saya tanya apakah saya dapat bicara dengan kepala desa? Ternyata ia tak di tempat.Namun beberapa orang di antara rakyat di situ mempersilakan kami berjalan keliling kampung sambil memperlihatkan dan memberi keterangan. Ada sebuah pura, lapangan untuk upacara dengan bangunan kayu yang khusus untuk itu.Rumah-rumah agak rapat. Gedung yang terbaik dan terbaru ternyata SD-Inpres. Katanya, mempunyai 75 anak murid.Jumlah kepala keluarga di Trunyan adalah 370 dengan sekitar 1700 jiwa. Penduduk hidup dari bertani jagung, bawang merah/putih, ketela, kacang dan sayuran.Kemudian dengan perahu motor, kami ke makam yang unik dan berlangsung hanya 5 menit. Tidak ada orang lain di daerah makan kecuali kami.Dari tempat pendaratan yang landai kami berjalan beberapa puluh meter di tepi sebelah kanan. Lalu melalui jalan setapak menaik sedikit beberapa meter ke daerah makam yang rimbun.Di kiri-kanan kami sudah nampak beberapa buah tengkorak manusia. Hal ini mengingatkan saya kepada kunjungan kami di Tana Toraja.Tak jauh kemudian, di sebuah pelataran yang tak luas nampak tempat jenazah-jenazah ditaruh berjajar, tidak dikubur!Saya hitung ada 11 buah berupa 2 kelompok yang sangat berdekatan terdiri dari 5 dan 6 jenazah yang masing-masing berjejer kurang dari semeter.Masing-masing dikelilingi pagar batang bambu yang bagian atasnya bersentuhan pada ketinggian sekitar 0.5 meter, sehingga jenazah terkurung, konon untuk mencegah gangguan binatang.Kelihatan beberapa mayat yang pakaiannya masih berwujud baik dan rambut yang menempel di tengkorak. Keunikannya ialah kami sama sekali tak mencium bau yang tak sedap.Menurut pengantar kami, jenazah yang terakhir diletakkan 4 pekan yang lalu yang kami lihat masih nampak tulang berlapis kulit, bagian mata dan hidung sudah berlubang. Bila nanti ada yang baru, maka yang paling lama "dibuang" di pinggir. Memang nampak tulang belulang yang berserakan.Mayat yang boleh di-"makam"-kan di tempat itu hanya mereka yang semasa hidupnya sudah kawin dan yang meninggal secara wajar (penyakit). Misalnya, mereka yang tewas karena kecelakaan tidak diperkenankan ditaruh di situ.Konon keterangan mengapa jenazah yang di situ tidak berbau disebabkan adanya sebuah pohon besar yang berada di dekatnya. Namanya pohon kayu (=taru) menyan, sehingga tempat atau desa itu disebut Taru-menyan menjadi Tarumenyan atau Trunyan.