Penulis
Inilah cerita H.O.K. Tanzil saat pergi ke Pangumbahan, Jawa Barat, yang dia tulis di Intisari edisi Juli 1980 dengan judul asli "Ke Pangumbahan dengan Kombi-VW untuk Melihat Penyu Laut Bertelur"--Intisari-Online.com -Waktu sedang lahapnya kami bersantap, datanglah Bapak Ketua RT dengan membawa buku tamu.Karena kami memang bermaksud bermalam di situ maka memang suatu keharusan melaporkan diri.Sekalian kami bercakap-cakap dengan Pak Asidin, demikian namanya. Katanya Kampung Pangumbahan, Desa Gunungbatu, Kecamatan Surade, berpenduduk 199 jiwa.Walaupun letaknya di pinggir pantai, mata pencarian seluruh penduduk tidak ada yang berhubungan dengan laut. Mereka hidup semata-mata dari bidang pertanian. Hasil utama beras, kacang tanah, kacang hijau dan lain-lain.Hasil penyu yang bertelur di pantai itu telah di"pacht" kepada pemborong oleh Pemerintah, sehingga rakyat setempat tidak diperbolehkan memetik hasilnya.Setelah makan, kami (kecuali isteri saya yang segan berjalan kaki di lumpur) mulai meninjau keadaan. Kami berjalan dengan hati-hati lewat satu-satunya jalan yang berlumpur.Di kedua sisi berdiri belasan rumah sederhana. Sebagian ada yang dari batu dan baik, yang bertindak pula sebagai warung kecil.Tak terlihat sekolah. Katanya SD terdekat berada di Cijatingao yang jauhnya 3 km itu.Di perjalanan selanjutnya ke arah pantai, kami mendengarkan gemuruh ombak yang nyata. Di sebelah kanan nampak perumahan kayu yang kurang terpelihara.Di sini tempat tinggal para petugas P.T. Perbakti, pemborong telur penyu.Sebuah papan bertuliskan: Proyek Pengembang-biakan Penyu Proyek Pemeliharaan Tukik Jumlah 839 ekor. Lahir 11-3-1980 P.T. Perbakti I.P.B.Di sebelah kiri ada papan peringatan: Bila hendak masuk pukul 18.00 - 06.00 harus dengan ijin petugas.Di belakang dinding gedek yang terkunci kami dapat melihat melalui sela-sela ratusan penyu kedi sebesar 10 cm.Sebuah rumah gedung batu berwarna merah tampak masih kosong.Tak jauh dari situ dimulai tepi pantai yang agak menurun, sedangkan pepohonan sudah tidak ada. Pasir putih yang lunak melandai sejauh ± 50 meter. Secara tetap pasir dihempas oleh gelombang, pada saat itu tingginya 2-3 meter, disertai suara gemuruh.Berdiri di tengah pantai yang sangat panjang, kami melihat garis-garis gelombang yang berdatangan. Pemandangan yang sangat indah. Dibandingan dengan keadaan di pantai-pantai lain, di sini lebih menonjol kemurnian alamnya karena sama sekali tidak terlihat adanya perahu ataupun manusia kecuali kami sendiri.Di beberapa tempat ada cekungan di pasir yang umumnya berpermukaan rata melandai.