Penulis
Intisari-Online.com -Pukul 11.00 tibalah kami (terlambat 2 jam) di Coober Pedy, 938 km dariAdelaide, setelah I6 ½ jam. Di sini bis berhenti selama sejam. Di restorannya kami makan steak (melulu!) yang harganya lebih tinggi karena jauhnya jarak dari kota-kota besar lain.Coober Pedy yang berpenduduk hanya 4.500 terkenal dengan parit batu opalnya. Konon, hasil batu di situ melebihi dari separuh produksi di seluruh dunia. Para penggali dan sebagian penduduk bermukim di gua-gua galian di bawah tanah untuk menghindari panas yang luar biasa di musim panas.Semua toko dan perusahaan yang kami lihat selalu menjual batu permata itu dalam pelbagai bentuk sebagai perhiasan. Isteri saya hanya membeli beberapa butir untuk oleh-oleh. Harga AU$ 25 tidak kami ketahui apakah mahal atau murah bila dibandingkan dengan harga di Jakarta, karena kami belum pernah memiliki atau membeli barang perhiasan apa pun.Yang menyolok ialah relatif banyaknya nama-nama berasal dari Italia dan Yunani, khususnya rumah makan. Pemandangan kota kecil itu rasanya seperti dalam film koboi.Pukul 12.00 bis berangkat. Kami lalui gurun pasir dengan pepohonan yang kering. Pemandangan yang membosankan. Setelah 3 jam tiba di Mt. Willoughby. Yang sangat mengganggu ialah banyaknya lalat!Kemudian jalan melalui daerah berbukit yang berliku-liku. Karena tak beraspal maka sangat berdebu. Walaupun jendela ditutup tidak dapat dihindarkan bahwa rambut kami memutih seperti menjadi tua mendadak. Sesudah itu, gurun pasir yang tandus. Setelah melewati Welbourn Hill yang dilihat masih itu-itu saja.Alice Springs, Northern TerritoryAkhirnya sampai jugalah bis kami di setasiun terminalAlice Springspukul 03.30, yaitu 5 jam terlambat! Para"captain" menasihatkan penumpang untuk tidur saja dalam bis sampai pagi untuk menghemat ongkos hotel.Pukul 07.45 dengan bis yang akan masuk bengkel, kami dibawa ke Pines Homestead Lodge. Di sini kami akan menginap hanya semalam karena esoknya akan ikut tour ke Ayers Rock, tujuan utatna kami. Biayanya hanya AU$ 16 semalam.Walaupun kami "bermukim" di bis sejak dari Melbourne selama 48 jam, dan menempuh 2432 km dalam bis pasar yang brengsek, tidak ada niat untuk beristirahat.Mandi air panas membuat kami segar untuk berjalan kaki di pusat kota yang kecil itu. Hawanya sekitar 10°C, dingin juga. Alice Springs terletak di pusat benua Australia, dan satu-satunya kota yang beratus-ratus km terpisah dari segala jurusan. Di sini juga basis "Royal Flying Doctor Service" dan "School of the air".Karena jarak jauh dan jalan kurang baik ke kota/dusun sekitarnya, maka para dokter berdinas dan dalam keadaan darurat mempergunakan pesawat terbang untuk kewajibannya. Mereka dapat dipanggil melalui radio. Penyiarannya dariAlice Springsini.Kotaini juga menjadi pusat untuk pariwisata dan peternakan.Daerah pertokoan seperti di Pasar Baru Jakarta, namun sepi. Melihat perumahan di situ rasanya seperti villa-villa di daerah pegunungan tapi di kota.Siang itu kami makan di Papa Luigi's Restaurant. Kami pesan oysters, steak dan ice cream, hanya AU$ 10. Cocok juga dengan selera kami, sehingga malamnya kami kembali lagi. Malam itu kami tidur nyenyak setelah 2 malam tidur dalam posisi duduk!Pukul 08.00 pagi kami sudah berada di setasiun bis Ansett Pioneer Alice Springs. Sejam kemudian bis berangkat menuju Ayers Rock yang jaraknya 480 km, melalui jalan tanpa aspal. Kini bisnya bukanlah bis "pasar". Umumnya para penumpang wisatawan.Di antara yang ikut dan telah kami kenal adalah pasangan suami-isteri sebaya kami, Mr & Mrs. Scott yang memulai perjalanan dari Adelaide bersama dengan kami. (Sehingga kini kami saling berkirim kartu Natal setiap tahun).Jalan ke selatan sudah dilalui pada malam hari kemarinnya sampai Erldunda. Kini terlihat tandusnya dataran yang kering itu. Debunya bukan main! Membuat kami ubanan lagi.Tengah hari tibalah kami di "Mt. Ebenezer Cattle Station" untuk makan siang.Selama berhenti di situ kami lihat cukup banyak binatang unta, bahkan ada yang nampaknya berkeliaran sendiri. Heran juga kami melihatnya. Konon, binatang itu diimpor dari Afghanistan dan digembala oleh orang Afghanistan dan India Islam pada akhir abad yang lalu. Maksud kegunaannya (waktu itu) untuk pengangkutan di daerah gurun Australia.--Inilah cerita H.O.K. Tanzil saat mengelilingi Australia yang ditulis di Majalah Intisari edisi Februari 1980 dengan judul asli "Keliling Australia dengan Bis Ansett Pioneer".-bersambung-