HOK Tanzil ke Eropa (6) : Bertemu Pencatut Uang

Birgitta Ajeng

Penulis

HOK Tanzil ke Eropa (6) : Bertemu Pencatut Uang

Intisari-Online.com -Dari hotel ini bila hendak ke restorannya di sebelah, jalan yang terpendek ialah keluar hotel dahulu dan masuk restoran dari depan. (Hubungan langsung antaranya dapat dari belakang yang berjarak lebih jauh).Suhu -8°C di luar memaksa kami berpakaian mantel. Sebelum masuk di ruangan makan restoran, umumnya mantel harus dititipkan di tempat khusus (umumnya harus membayar, kecuali di negara komunis). Saya menampiknya dan mengatakan kepada penjaga dalam bahasa Inggris sambil menunjuk ke bagian dada saya yang menggelembung: "Dokumen-dokumen saya di sini". Nampaknya ia kurang faham. Saya tambahkan: "Money, money", Penjaga dan beberapa orang di dekatnya sambil tertawa dan mengangguk!Masuklah kami ke ruang makan dan bersantap. Setelah selesai kembalilah kami ke hotel. Bangunan yang besar seperti hotel ini, selalu mempunyai dua lapis pintu yang berjarak 2-3 meter untuk menghalau hawa dingin di luar langsung masuk ke dalam. Sewaktu melewati pintu pertama saya melihat ada tiga orang dalam ruang kecil antara dua pintu hotel. Seorang wanita muda, manis, lebih besar dari saya merangkul saya dari depan, sambil mengatakan: "change, change" (Maksudnya: "Tukar (uang), tukar (uang)").Suatu tindakan refleks dari saya, ialah mendekap dada saya; (bukan dadanya!), untuk melindungi barang-barang dalam saku-dalam mantel saya. Sementara itu isteri saya yang hendak masuk pintu pertama dihalangi oleh seorang pria (suaminya?), sedangkan seorang wanita gemuk tua (ibunya?) memelintir tangan kirinya. Karena kesakitan dan kaget isteri saya memanggil saya dan membuat kegaduhan, sehingga mereka bertiga meninggalkan tempat itu tanpa berhasil mengambil sesuatu dari kami.Rupanya mereka (pencatut uang) mendengar tentang bawaan saya dalam mantel! Nadi kiri isteri saya terkilir dan nyeri sampai sekarang, sewaktu-waktu perlu diurut. Sebagai pelipur lara saya katakan padanya: "Suamimu walaupun tua dan jelek masih laku di Polandia."Dalam perjalanan kami menuju Warszawa melalui Landsberg,Poznan, Konin, Kutno dan Lowicz, dilakukan dengan santai. Makin ke Timur, hawa makin dingin dibawah 0°C. Di mana-mana terdapat es dan salju putih yang cantik. Sepintas lalu nampak Polandia lebih makmur dari DDR. Di tiap desa terdapat gereja Katolik Roma namun dalam keadaan yang kurang terpelihara. Semboyan-semboyan pada papan juga nampak. Kami mencari penginapan di daerah-daerah berpemandangan indah. Selalu hampir tak ada penghuni lain. Sangat sunyi.Umumnya kami berkomunikasi dengan penduduk memakai bahasa campur aduk dan isyarat. Menginap di sebuah tempat terpencil yang sepi, kami memperoleh sebuah kamar mungil, bersih, namun hanya ada sebuah wastafel, dengan air panas. Alat pemanas baru dipasang setelah kamar kami huni. Suhu diluar -6°C. Malam itu kami tidur pada suhu kamar 5°C dengan memakai 4 lembar selimut wol tebal! Sewa kamarnyapun agak murah, yaitu Zl. 450. Tidak ada pilihan lain.--Inilah cerita H.O.K. Tanzil saat mengelilingiEropa yang ditulis di Majalah Intisariedisi April 1978dengan judul asli "Pengalaman Bermobil di Beberapa Negara Eropa Timur ".-bersambung-