Find Us On Social Media :

HOK Tanzil ke Chili (2) : 'Saya Selalu Memakai Baju Batik'

By Birgitta Ajeng, Minggu, 24 November 2013 | 06:30 WIB

HOK Tanzil ke Chili (2) : 'Saya Selalu Memakai Baju Batik'

Intisari-Online.com - Kentara sekali, manusianya yang berlalu lalang cukup banyak dan semuanya berkulit putih.Sudah kebiasaan saya untuk selalu memakai baju batik bila di luar negeri. Walaupun sudah merasa biasa "ditonton" di Amerika Latin karena baju atau karena kami orang asing, tapi kali ini Santiago gejala itu lebih nyata.Ada yang melihat sampai memutarkan badan agar dapat memandang kami terus. Ada yang menegur kami khusus, menanya di mana saya membeli kemeja batik yang dipakai. Tampaknya orang Chili sangat ramah. Waktu saya tanyakan di mana letak kantor pos besar, bukan saja jurusannya yang diterangkan tapi saya diantarkan sampai gedungnya tampak!Di bagian "Poste Restante", kali inipun kami kecewa karena tak ada surat dari Indonesia.Tatkala kami antri untuk membeli perangko koleksi, seorang pria Chili tampan berkulit putih menegur dan bertanya dalam bahasa Inggeris dari mana asal kami.Mr. Carlos Dominguez Rivas, demikian namanya, berkata bahwa ia belum pernah menjumpai orangIndonesia. Karena itu ia bertanya bersediakah kami ke rumahnya esok malam agar dapat saling mengenal lebih dalam. Ia bersedia menjemput dari hotel.Kemudian kami berjalan-jalan dengan santai di sekitar situ. Dua blok ke arah selatan dari hotel, terletak Palacio Presidencial. Istana presiden yang pada saat itu tidak dihuni. Tampak lubang-lubang bekas peluru dan mortir. Disinilah Presiden Allende yang berhaluan kiri menemui ajalnya setelah dikup oleh rezim Presiden Pinochet yang sekarang.Di seberangnya di jalan Raya Moneda ini terletak Plaza Constitucion. Istana menghadap jalan raya utama: Alameda Bernado O'Higgins (tokoh kemerdekaan Chili keturunan Irlandia), berhadapan dengan Plaza Bulnes. Di daerah itu terdapat banyak sekali gedung bioskop. Di sini film diputar non-stop sehingga para penonton dapat masuk setiap saat.Pukul 11.30 kami memasuki sebuah gedung: Cine Pacifico karena filmnya berjudul: "Revenge by a nude woman" Karcisnya masing-masing $ 10 (Rp.330,-).Kemudian kami makan di Chifa: Kuan Chao. Habis $ 62, kenyang dan puas. Selanjutnya kami naik bis kota, 3 kali berganti-ganti. Tiap rit biayanya $ 1.20 (Rp.40,-). –Sorenya nonton film lagi di Cyta: "Love Position". Di sini karcisnya hanya $ 8. Malamnya kami membeli susu, roti dan buah jeruk untuk disantap dalam kamar. Karena cukup lelah, pukul 21.00 kami sudah tertidur.--Inilah cerita H.O.K. Tanzil saat pergi ke Chili yang ditulis di Majalah Intisari edisi Juni 1980 dengan judul asli "Warga Indonesia Tak Perlu Visa Masuk Chili".-bersambung-