Find Us On Social Media :

HOK Tanzil ke Chili (5) : Gedung PBB Berbentuk Keong

By Birgitta Ajeng, Minggu, 24 November 2013 | 08:00 WIB

HOK Tanzil ke Chili (5) : Gedung PBB Berbentuk Keong

Intisari-Online.com - Kami melewati istana Moneda (Casa de la Moneda), di mana Presiden Salvador Allende yang berhaluan Marxis dibunuh pada tahun 1973. Pada saat itu gedung yang cacad oleh tembakan ini tidak dipakai dan dibiarkan saja.Calle (jalan) Ahumada yang sejajar dan tiga blok dari hotel kami, merupakan tempat perdagangan yang paling ramai di Amerika Selatan. Yang menyolok ialah banyaknya gedung bioskop. Di Santiago, film diputar terus-menerus. Harga karcisnya Rp.250,- sampai Rp.500,-, murah.Kami ditunjukkan Bank Mapocho yang besar, katedral, Congreso Nacfonal, Camara de Deputados, Tribunales de Justicia dan Santa Lucia.Daerah kota atas Vitacura (Mentengnya kita) ialah tempat kediaman kaum berada di tingkat atas. Sebaliknya Tabancura adalah daerah kaum miskin. Bila dibandingkan dengan keadaan di Jakarta, terus terang tidak separah pada kita.Maipu terletak sedikit di luar kota. Taman yang baik adalah lapangan O'Higgins, Parque Forestal yang rimbun dengan pepohonan dan Plaza de Armas (seperti di Lima).Yang menarik perhatian ialah gedung PBB yang dibangun berbentuk keong, agar tahan gempa bumi yang sering terjadi di bagian bumi ini.  Jalan utama yang berlandasan beton, Alameda Bernardo O'Higgins memang megah sekali. dengan gedung-gedung yang ada di kedua sisinya. Di antaranya Universitas Chili. Jalan Thamrin kita yang relatif pendek tentu saja tak dapat dibandingkan dalam segala bidang.Pendeknya, kesan kami ialah bahwaSantiagoadalah ibukota terbaik dari 7 buah ibukota yang sampai saat itu kami kunjungi.Di Santiago yang menyenangkan adalah karena banyaknya Chifa. Selain sesuai dengan selera, harganya pun tidak mahal, rata-rata seporsi Rp.750,-. Kemudian kami menonton film istimewa "Earth quake" (2-3 tahun lebih dulu diputar dariJakarta) dengan sound system yang dapat mencopotkan jantung. Harga karcisnya naik (Rp. 500,-) seperti juga di Jakarta untuk film itu.Setelah cukup beristirahat, pukul 19.00 kami dengan membawa semua bahan yang diperlukan untuk masak hidangan, bertaksi menuju Vitacura ke Mr. D.Pengemudi taksi ramah sekali terhadap kami dan dapat berbahasa Jerman. la ini pun sempat mengobrol dan mengeluh tentang terror pemerintahan oleh Diktator Milker Augosto Pinochet. Karena hujan ia begitu baik hati membukakan pintu yang tertutup agar mobil dapat masuk sampai depan rumah.Setelah ikut membantu mengangkat barang saya bayar $ 25 dengan tip $ 5 yang diterimanya dengan senang. Servis baik.--Inilah cerita H.O.K. Tanzil saat pergi ke Chili yang ditulis di Majalah Intisari edisi Juni 1980 dengan judul asli "Warga Indonesia Tak Perlu Visa Masuk Chili".-bersambung-