HOK Tanzil ke La Paz (2) : Letak La Paz Lebih Tinggi dari Gunung Semeru

Birgitta Ajeng

Penulis

HOK Tanzil ke La Paz (2) : Letak La Paz Lebih Tinggi dari Gunung Semeru

Intisari-Online.com - Isteri saya sejak keluar dari taxi merasa pusing dan lemah. Nona penerima tamu hotel, langsung mengeluarkan sebuah alat zat asam kecil yang langsung disodorkan ke hidung isteri saya, seraya menyuruh seorang pembantu mengambil teh panas. Nona tersebut memang sudah biasa menghadapi tamu-tamu dengan gejala-gejala demikian.Letak kota La Paz kira-kira 4.000 m. Di atas permukaan laut, jadi lebih tinggi dari G. Semeru kita! Tekanan zat asam yang merendah ini lebih menyulitkan para tamu ke kota ini, terutama bagi yang mempunyai kelainan pada paru-paru atau jantungnya. Hal ini disebut juga di brosur untuk para turis. Setelah seperempat jam keadaan isteri saya membaik.Hari jadi La PazNona yang dapat berbahasa Inggris itu menerangkan bahwa keramaian yang ada itu ialah Perayaan Hari Jadi La Paz pada tanggal 16 Juli besok.Setelah kami menaruh barang-barang kami dalam kamar hotel dan berkemas, kami ikut menonton pawai sambil berdiri ,di pinggir jalan, di depan hotel. Patut kiranya disebut bahwa barisan pawai melalui jalanan utama dua jalur: Avenida 16 de Julio atau jalan 16 Juli. (Di kota-kota Amerika Latin banyak sekali terdapat jalanan yang bernamakan sebuah tanggal bersejarah). Di sinilah kami berdiri.Selama lebih dari sejam kami berdiri di udara terbuka tanpa merasa gangguan pada pernafasan. Hawa yang cukup dingin itu (11° C) mengurangi rasa lelah.Pawai terdiri dari barisan Angkatan Bersenjata, para pegawai pelbagai kementerian, perkumpulan-perkumpulan, tidak ketinggalan rombongan kaum wanita dan barisan obor anak-anak sekolah. Melihat semua ini, dan tipe serta bentuk manusianya saya teringat pada negara kita. Bendera-bendera dan spanduk-spanduk dengan slogan nampak dibawa dan dipasang dimana-mana. Tidak ketinggalan pertunjukan kembang api.Karena merasa lapar, kami tinggalkan pawai dan masuk ke sebuah restoran Tionghoa yang terletak juga di jalan 16 Juli itu. Di Amerika Latin papan nama "ChifaChina" yang menandakan restoran Tionghoa selalu kami cari pertama. Kebetulan restoran di sini enak masakannya, sehingga selama waktu makan diLa Pazselalu kami datangi. Lagipula harga tidak lebih mahal dari diJakarta. Makan berdua lebih dari cukup berkisar $bl25 (Rp. 2.500,-).Malam itu jam 10, kami masuk kamar hotel dan mencoba tidur secepatnya karena lelah. Namun selama merebahkan diri saya tak dapat tidur, karena merasa pusing dan agak sukar bernafas. Saya harus duduk atau setengah duduk. Baru antara jam 5 sampai jam 7 pagi tertidur tapi tak tenteram.--Inilah cerita H.O.K. Tanzil saat pergi ke Lapaz, Boliviayang ditulis di Majalah Intisariedisi Mei 1978dengan judul asli "Ibukota Tertinggi di Dunia, Lapaz, Bolivia".-bersambung-