Penulis
intisari-online.com - Maluku secara internasional dikenal sebagai Mollucas, kawasan Seribu Pulau dan Kepulauan Rempah-rempah. Memang, secara historis provinsi ini menghasilkan rempah-rempah yang di masa lau memikat perhatian bangsa-bangsa Eropa seperti Belanda, Spanyol, dan Portugis untuk datang dan kemudian menjajah untuk mengeruk rempah-rempah dan hasil bumi.
Di masa Perang Dunia II kepulauan ini terbilang paling terkena dampak karena menjadi kawasan pertempuran Jepang – Sekutu. Di masa kemerdekaan, daerah kepulauan ini (khususnya Pulau Banda) menjadi tempat pembuangan tokoh-tokoh nasional seperti Bung Karno dan Sutan Sjahrir. Sedangkan Pulau Buru menjadi tempat penahanan anggota Partai Komunis Indonesia yang dihukum di masa awal Orde Baru (1966/1967).
Kerusuhan antaragama pada 1999 di Ambon diikuti pemisahan Maluku Utara menjadi provinsi tersendiri. Luka batin dan rusaknya sendi-sendi kehidupan serta pembangunan merupakan trauma besar bagi masyarakat Ambon dan sekitarnya. Oleh karena itu, mereka bertekad untuk membangun hingga penderitaan masa lalu terlupakan.
Secara administratif Provinsi Maluku terbagi menjadi sembilan kabupaten dan dua kota, dalam wilayah tersebar di beberapa pulau. Kabupaten Buru dengan ibukota Namlea, Kabupaten Buru Selatan dengan ibukota Namrote, Kabupaten Kepulauan Aru beribukota Dobo, Kabupaten Maluku Barat Daya beribukota Tiakur, Kabupaten Maluku Tegah ibukota Masohi, Maluku Tenggara dengan ibukota Tual, Maluku Tenggara Barat ibukota Saumlaki, Kabupaten Seram Bagian Barat dengan ibukota Dataran Hubipopu, Kabupaten Seram Bagian Timur ibukota Dataran Hunimoa, juga daerah otonom Kota Ambon dan Kota Tual.
Secara geografis wilayah seribu pulau itu dibagi menjadi Maluku Tengah dengan pulau terbesar Ambon, Kepulauan Lease, Pulau Haruku, Pulau Seram, Pulau Saparua, Kepulauan Nusalaut, dan Kepulauan Banda. Sedangkan Pulau Kei Kecil termasuk Maluku Tenggara.
Kota Ambon memiliki Bandara Pattimura yang merupakan hub bagi penerbangan pesawat-pesawat kecil dari dan menuju Papua Barat, Papua, dan kawasan lain Indonesia Timur. Objek wisata yang terkenal di kota ini adalah patung pahlawan perempuan Martha Christina Tiahahu, Pintu Kota yang terbentuk dari karang berlubang di pantai yang terletak di antara Desa Airlow dan Desa Seri.
Ada Museum Siwalima di Desa Amahusu (10 km dari pusat kota) yang menyajikan koleksi kenangan sejarah Ambon dan Maluku, Taman Makam Pahlawan PD II-Australia (Australia’s Commonwealth War Cemetery) di Tantui, Monumen Australia di Laha, Monumen Jepang di Tawiri, Benteng Victoria di Belakang Kota. Ada juga Patung Franciscus Xaverius dan Monumen Rumphius di Batu Meja, Pantai Namalatu di Latulahat, Tanjung di Tanjung Nusaniwe, Tempayang di Soya, Gua Batu Lobang di Desa Amahusu, juga bungker dan terowongan bawah tanah peninggalan Belanda di Benteng Atas.
Kabupaten Maluku Tengah memiliki banyak pantai yang cantik, antara lain Pantai Natsepa di Desa Suli, Kecamatan Salahatu, Pantai Liang di sebelah timur Terminal Leihitu, menghadap ke Pulau Seram. Lalu ada Pantai Lawena di Desa Wisata Hutumuri Kecamatan Leitumuri, Pantai Hukurila dengan Desa Hukurila, dll. Ada juga kolam dengan banyak belut raksasa (ukuran 1 – 1,5 m dengan diameter badan sekitar 10 cm) di Desa Waai, ada pula pemandian air panas di Kecamatan Salahutu.
Benteng Amsterdam terletak di Keiteru, Kecamatan Leihitu, Maluku Tengah, sekitar 42 km dari Kota Ambon. Benteng ini dibangun oleh Portugis pada tahun 1569 sebagai pusat pertahanan dan pengawasan perdagangan di Teluk Ambon. Pada era penjajahan Belanda, awal abad ke-17, benteng ini diambil alih oleh Belanda.
Pulau Tiga yang terdiri atas tiga pulau yaitu Pulau Besar, Pulau Tengah, dan Pulau Ujung, bisa ditempuh dengan perjalanan darat dari Kota Ambon selama dua jam lalu disambung naik speed boat milik nelayan setempat selama 15 menit.
Di Desa Hila, di sisi jalan raya, terdapat Rumah Pusaka Desa Hila berusia ratusan tahun. Di Desa Keitetu, Kecamatan Hila, terdapat Masjid Kuni Wapaue yang dibangun pada 1414. Sementara di Desa Wisata Hutumuri terdapat Gereja Tua Hutumuri yang dibangun pada 1832. Sebagian besar bangunan kuno itu masih dalam bentuk dan bahan aslinya, dengan sedikit perbaikan di sini-sana.
Hasil alam wilayah kepulauan semacam Pulau Ambon tak ada lain kecuali ikan. Banyak keragaman ikan, dari jenis murah yang biasa disantap penduduk, sampai ikan tuna yang dijual ke pedagang luar. Hasil bumi selain kayu sebagai bahan baku industri kayu lapis, kelapa, juga cengkih dan pala. Dua komoditas terakhir ini telah menjadi bagian dari kehidupan warga Maluku sejak zaman penjajahan dahulu. Hasil alam lain bisa disebut minyak kayu putih, besi putih untuk kerajinan, dan mutiara yang perajinnya terdapat di seantero Ambon.
Ikan cakalang bakar maupun ikan lain yang disop dengan kuah untuk dicampurkan dengan papeda banyak terdapat di kedai makan dan restoran. Papeda adalah makanan pengganti nasi yang dibuat dari sari pohon sagu yang sudah diendapkan. Dibuat mirip bubur dan dimakan dengan aneka lauk dan rasa sesuai selera: manis, asin, dan masam.
Bahan sagu juga dibuat menjadi kue dan aneka jajanan hasil kreasi masyarakat. Tapi nasi juga ada, baik yang benar-benar berbahan baku nasi (beras) seperti nasi kelapa yang gurih mirip nasi uduk atau nasi ikan dan nasi kuning, sampai nasi pulut unti yang berupa ketan rebus dicampur parutan kelapa.