Penulis
Intisari-Online.com - Kematian Nelson Mandela tak hanya meninggalkan kepedihan buat rakyat Afrika Selatan, tapi juga Indonesia. Sebab, banyak saudara kita yang beranak-pinak di Afsel dan merasakan perjuangan Mandela dalam menentang apartheid.Saking dekatnya hubungan antara dengan Afsel, bahkan ada napas kebudayaan Indonesia yang masih berembus di sana. Ghoema, sebuah festival rakyat tahunan, adalah salah satunya.Setiap tanggal 2 Januari, Cape Town akan menjadi kota yang penuh gairah. Semua warganya bergembira, berdansa, berpesta, menikmati hari-hari penuh suka cita.Ini masa karnaval. Setiap distrik atau kelurahan mengeluarkan grup terbaiknya dalam berpakaian, bernyani, menari, dan membentuk formasi. Mereka kemudian akan melewati jalanan, memamerkan kebolehannya. Kemeriahan ini akan terus berlangsung sampai beberapa hari hingga hari pengumuman pemenang.Karnaval tahun baru yang sering disebut festival Ghoema itu memang menjadi salah satu daya tarik Cape Town. Kegiatan yang sudah berlangsung ratusan tahun dan Indonesia punya peran.Peserta karnaval bisa mencapai 60 kelompok atau 30.000 orang. Artinya, setiap kelompok bisa terdiri dari 500 orang. Adapun puluhan ribu orang akan memenuhi jalanan untuk menyaksikan karnaval. Mereka akan memamerkan pakaian yang berwarna-warni, payung warna-warni, juga tarian dan musik Ghoema. Mereka bisa membuat pakaian beberapa bulan sebelumnya dengan cara rahasia agar tak ketahuan kelompok lain sebelum ditampilkan.Tradisi ini diperkirakan mulai muncul pada 1834, saat para budak, termasuk budak Indonesia, dibebaskan. Namun, pembebasan secara masal terjadi pada 1883.Ketika pembebasan itu, para budak turun ke jalan. Mereka merayakan pembebasan itu dengan memakai pakaian terbaik dan warna-warni, kemudian bernyanyi sepanjang jalan dengan iringan musik. Alat musik yang dipakai antara lain gitar, banjo, terompet, dan ghoema.Salah satu yang khas dalam karnaval adalah musiknya. Musik Cape Town sangat khas, punya ritme yang cepat, mirip musik mars, bergairah, dan membangkitkan semangat. Ada yang menyebut inilah musik Cape Jazz, ada pula yang menyebut Malay Music, tapi lebih populer disebut Ghoema Music.Peran Budaya IndonesiaGhoema sebenarnya sebuah drum yang menjadi alat utama dalam musik mereka. Bentuknya seperti tempat air tradisional dari kayu. Tabuhan drum inilah yang menjadi ciri khas ritme musik ghoema.Banyak yang menyebut, drum ini berasal dari Indonesia atau setidaknya dibuat oleh para budak asal Indonesia.Menurut cerita lain, para budak memanfaatkan tempat air untuk drum. Kemudian, mereka membunyikannya untuk menghibur diri. Dan, para pembuatnya rata-rata budak Indonesia dan India. Sebagai catatan, banyak budak Indonesia yang dibawa Belanda ke Cape Town punya keahlian sebagai penjahit, pemusik, pembuat sepatu, dan keahlian lainnya.Menurut Louise Meintjes dari Duke University, pengarang "Sound of Africa: Making Music Zulu in a South African Studio", musik ghoema sangat dipengaruhi musik Malay.Sebagai catatan, dulu tak ada nama Indonesia dan Malaysia. Semua orang Asia Tenggara disebut Malay, dan budak Indonesia sangat dominan, mencapai 31,47 persen atau terbesar kedua setelah budak asal India (36,40 persen). Adapun budak asal Malaysia hanya 0,49 persen. Artinya, budaya Malay di Cape Town tak jauh-jauh dari budaya Indonesia.Musik ghoema menjadi khas dan identik dengan Cape Town dan masyarakat Cape Malay. Ada napas musik melayu yang kuat.Maka dari itu, tak heran jika napas kebudayaan Indonesia mengalir dalam musik ini, juga karnavalnya. Setidaknya, keturunan Indonesia ikut andil dalam karya besar karnaval dan musik ghoema di Cape Town yang kini menjadi salah satu andalan wisata kota itu. (Hery Prasetyo)