Penulis
Intisari-Online.com - Sama-sama berjejer tiga, namun gugusan gili (pulau kecil) di selatan Mataram ini masih relatif sepi. Jika orang sudah sedikit mendengar Gili Nanggu, maka cobalah mampir ke Gili Sudak. Ini gili pertama dalam jajaran tiga gili di wilayah ini. Di tengah ada Gili Tangkong dan paling luar ada Gili Nanggu.
"Welcome to our island. Nobody here. Just you and me. Pulau ini masih sangat jarang pengunjungnya. Masih perawan, kita yang memerawaninya," kata pemandu wisata kami, Fakhrurozi, saat kapal kecil kami akirnya merapat di Gili Sudak.
Sesuai dengan yang dikatakan Fakhrurozi, hanya terdapat beberapa bangunan di sisi luar pulau ini. Sementara di sisi dalamnya adalah pohon-pohon hijau yang membentuk sebuah hutan belantara.
Pengunjungnya saat itu pun, kebetulan hanya rombongan kami saja. Kesan liar dan eksotis langsung terasa menyebar di seluruh penjuru pulau ini.
Kita pun langsung disambut oleh rekan-rekan Fakhrurozi yang telah menunggu di sana. Makanan lezat langsung dihidangkan, mengingat waktu saat itu menunjukkan jam makan siang.
Perut yang semula sudah keroncongan pun langsung dipenuhi dengan ikan laut bakar dan kelapa muda. Menu yang sungguh pas disantap di pinggir pantai, sambil memandangi panorama laut biru nan indah.
Setelah perut kenyang, saat yang ditunggu-tunggu pun tiba. Snorkeling. Untuk dapat mengamati terumbu karang dengan ikan-ikan yang indah, tidak perlu bergerak hingga jauh ke tengah laut.
Hanya berjarak beberapa meter dari tepi pantai, terumbu karang pun sudah mulai bermunculan. Namun jika bergerak lebih ke tengah lagi, tentu saja spesies terumbu karang dan berbagai jenis ikan semakin ramai bermunculan.
Melihat berbagai ikan yang tidak diketahui nama dan jenisnya itu meliuk-liuk keluar masuk terumbu karang, menimbulkan rasa iri. Jika bisa, rasanya ingin menjelma menjadi spesies ikan dan ikut berenang di antara terumbu-terumbu karang itu. Tinggal sementara di dunia bawah laut yang indah, melupakan kepenatan yang terjadi di daratan.
Selain biota bawah lautnya memang indah dan kaya, keasyikan snorkeling di Gili Sudak ini juga didukung oleh arus air lautnya. Arus air laut yang tenang, tidak berombak, menciptakan keasyikan tersendiri saat kita mencelupkan bagian wajah kita ke permukaan air. Kita dapat melongok ke dasar laut dengan tenang, nyaman dan damai seakan tanpa gangguan.
"Kalau ombaknya besar, susah untuk snorkeling. Nanti bisa pusing dan mual," ujar Fakhrurozi.
Hujan bukan halangan
Berwisata alam saat musim hujan seperti sekarang memang bisa menjadi masalah besar. Aktivitas liburan bisa rusak dalam sekejap dengan hujan yang datang mengguyur. Namun hal tersebut tidak berlaku bagi kami.
Meski hujan cukup deras sudah mulai turun, namun kami masih asyik menyatukan diri dengan alam yang ada di Gili Sudak. Tak ada yang mundur saat hujan turun mengguyur.
Beberapa masih asyik snorkeling. Namun ada juga yang sudah mulai beralih ke permainan lainnya, mengayuh-ngayuh perahu kano. Nah, kekurangan yang masih sangat terasa di Gili Sudak ini adalah minimnya fasilitas.
Selain snorkeling dan perahu kano, sama sekali tidak tersedia fasilitas hiburan lainnya. Namun hal tersebut wajar mengingat masih jarangnya wisatawan yang berkunjung ke tempat ini.
Jadi, beberapa di antara kami yang sudah puas dengan snorkeling, dan tidak kebagian perahu kano yang jumlahnya minim, menikmatinya dengan berenang atau sekadar berendam. "Kalau ke atas malah dingin, enak di sini berendam, hangat," ujar Danu, salah satu jurnalis media online.
Gili ukuran mini
Dari Gili Sudak, terlihat sebuah gili berukuran mini yang dinamakan Gili Gendis. Kami pun menyempatkan diri menyeberang ke sana karena bentuknya yang sejak tadi membuat kami penasaran.
Hanya butuh waktu sekitar lima menit untuk menyeberang menggunakan perahu mesin. Semakin perahu mendekat, rupa Gili Gendis semakin terlihat jelas.
Bentuk pulaunya hampir membentuk lingkaran. Di sisi luar, pulau, pasir putih kecokelatan terlihat melingkar mengikuti kontur pulau. Sementara di bagian dalam, terdapat pepohonan lebat yang juga membentuk lingkaran.
Sesampainya di sana, kami pun memutuskan untuk lebih mengenal gili ini dengan berjalan satu putaran mengitarinya. Hanya ada satu gardu kecil di gili ini, sisanya masih alami tanpa modifikasi tangan-tangan manusia. Kesan liar dan eksotis tentunya lebih kentara di Gili Gendis ini. Usai berkeliling, Fakhrurozi yang suka bercanda pun kembali berkelakar.
"Nanti kalau kalian pulang ke Jakarta, kalian bisa cerita kalau kalian sudah berjalan kaki keliling satu pulau," selorohnya. (Ihsanuddin/Kompas.com)