Tapak Tuan Tapa di Tapaktuan

Agus Surono

Penulis

Tapak Tuan Tapa di Tapaktuan

Intisari-Online.com - Menyusuri sisi pantai barat Aceh kita akan menemui Kota Tapaktuan. Dulu daerah ini terkenal dengan hasil perkebunan nilam, cengkeh, dan pala. Sekarang tinggal sisa-sisa kejayaannya saja yang tersua. Yang menarik adalah legenda Tuan Tapa dan Putri Naga. Sosok Naga bisa ditemui di sisi jalan tak jauh dari pusat pemerintahan.Bagaimana kisah itu? Konon, ribuan tahun lalu, di Aceh Selatan hidup sepasang naga (jantan dan betina) yang sangat perkasa dan memiliki ilmu sakti mandraguna. Sepasang naga ini memiliki anak yang bernama Putri Naga. Putri nan cantik jelita ini didapat dari perebutan sepasang Naga dengan orangtua sang putri.

Diceritakan, sepasang naga itu tengah berjalan-jalan menyusuri lautan yang bergelombang. Si Naga jantan tiba-tiba berhenti, tertegun memperhatikan sebuah titik hitam di tengah laut. Titik hitam itu menarik perhatiannya. Lamat-lamat titik hitam itu mendekat terbawa arus gelombang laut. Ternyata titik hitam itu adalah perahu kecil yang terombang-ambing oleh gelombang. Di dalamnya terdapat tiga sosok manusia: sepasang suami-istri bersama bayinya. Bayi mungil ini berada dalam pangkuan ibunya. Mereka sengaja datang ke daerah itu bermaksud mencari rempah-rempah yang keberadaannya sudah cukup dikenal. Sepasang naga yang sudah merindukan seorang putri itu lalu bermaksud jahat. Ditiuplah perahu itu hingga tenggelam. Sebelum tenggelam, naga betina menjulurkan lidahnya menangkap sosok putri itu. Putri itu lalu dibawa ke sebuah pulau yang terletak di daerah Batu Hitam.Putri itu lalu diberi nama Putri Bungsu. Ia tumbuh menjadi putri yang sangat cantik. Namun suatu ketika ia mendengar obrolan sepasang naga itu yang intinya adalah ia bukan keturunan mereka. Maka, ia pun berniat untuk melarikan diri. Namun ia tidak gegabah. Sang putri bersabar untuk menemukan waktu yang tepat melarikan diri dari gunung itu. Dia takut akan kesaktian kedua naga tersebut.

Waktu yang dinantikanpun tiba. Dari atas gunung, Putri Bungsu melihat sebuah kapal berlayar di bawah kaki gunung itu. Gunung ini memang tepat berada di depan laut. Naga Jantan kala itu sedang tertidur di pinggir laut. Berjingkat perlahan sang Putri mulai melangkahkan kaki. Namun ia mengurungkan niat melihat jarak Naga Jantan dengan laut amat dekat.Akal pun dipikirkan kembali. Suatu ketika sang Putri mengajak sepasang naga itu jalan-jalan sampai mereka kelelahan dan tertidur. Bergegas ia naik ke sebuah bukit untuk melihat apakah ada perahu yang merapat. Beruntung, hari itu ada perahu yang merapat di pulau itu. Putri bungsu pun naik ke atas kapal dan ikut bersama awak kapal itu. Naga yang baru terbangun dari tidur terkejut setengah mati. Putri kesanyangannya telah pergi. Dalam benaknya, pasti perahu itu yang melarikan Sang Putri. Dia pun mengejar perahu yang berjalan sangat pelan itu.

Sementara itu, di Gua Kalam, tidak jauh dari bukit itu, seorang manusia sedang bertapa. Dia tersentak dari pertapaanya. Seakan dia sadar akan ada bencana besar di bumi. Inilah Tuan Tapa. Dia keluar dari gua tersebut. Lalu menatap ke laut lepas. Terlihat sepasang Naga dengan kemarahan puncak sedang mengejar sebuah perahu nelayan. Tuan Tapa terkenal dengan tongkat saktinya.

Dihadangnya Naga yang sedang mengejar perahu. Perkelahian hebat pun tak dapat dihindarkan. Dari mulut kedua Naga menyemburkan api. Tuan Tapa menghela tongkatnya hingga mengeluarkan air deras dan memadamkan api Naga. Tak mau kalah, sang Naga jantan pun mengeluarkan ribuan anak panah berapi yang diarahkan ke Tuan Tapa. Tuan Tapa bisa menghindari serangan itu. Tak ketinggalan, Naga betina juga mengeluarkan pisau-pisau beracun yang juga berhasil dielakkan Tuan Tapa. Karena terus-menerus mengeluarkan kekuatannya, kesaktian kedua Naga mulai berkurang. Kesempatan itu dimanfaatkan Tuan Tapa untuk menyerang lebih dahsyat. Dengan tongkat sakti miliknya, Tuan Tapa mengayunkan benda panjang itu ke arah dua Naga. Naga betina menghindari dengan melarikan diri. Saat lari kencang tak tahu arah itulah sang Naga betina menabrak sebuah pulau hingga terbelah pulau. Masyarakat Aceh Selatan mengenal pulau itu sebagai Pulau Dua, di Kecamatan Tapaktuan Aceh Selatan

Sementara Tuan Tapa mengejar sang Naga jantan yang sudah terluka akibat serangan ‘tongkat sakti’. Tuan Tapa memukul tongkat saktinya bertubi-tubi ke tubuh Naga jantan hingga hancur berkeping-keping dan jatuh terjerembab ke tanah. Tubuh Naga jantan hancur berserakan dan darah berceceran yang menyebar memerahkan tanah, bebatuan, dan lautan.Saat ini bekas tempat ceceran darah Naga itu kini masih terlihat berupa tanah dan batu yang memerah. Kini disebut dengan Tanah Merah ( Batu Mirah ). Sedangkan hati sang Naga, yang pecah dan terlempar menjadi beberapa bagian akibat pukulan tongkat sakti Tuan Tapa saat ini menjadi batu-batu berwarna hitam berbentuk hati. Daerah ini kemudian diberi nama Desa Batu Hitam, masih di kecamatan yang sama.Sementara di tempat pertempuran Naga dan Tuan Tapa terdapat jejak berupa tongkat. Tongkat mirip baru itu dipercayai sebagai tongkat Tuan Tapa.Tuan Tapa pun meninggalkan sebuah tapak yang teramat besar di pinggir bukit. Dari sinilah tempat ini dikenal dengan Tapaktuan. Jika mampir ke sini, sempatkanlah melihat lokasi tapak itu. Namun berhati-hatilah sebab menuju lokasi itu amat sulit. Terutama jika laut sedang pasang. Soalnya kita harus menyusuri tepi bukit yang berkarang. Kala pasang jalan menuju tapak Tuan Tapa tergenang arus air laut."Belum lama ada yang nekat melewati jalan itu saat arus besar. Mereka terseret ombak dan akhirnya meninggal," kata pemandu saat Intisari berkunjung ke sana medio September 2013.

Jalan menuju ke tapak Tuan Tapa. (Intisari/Yds)

View Tapaktuan in a larger map