Penglipuran, Desa Antipoligami di Bali

Agus Surono

Penulis

Penglipuran, Desa Antipoligami di Bali

Intisari-Online.com - Jika seorang ketua umum sebuah partai tinggal di sini pasti sudah dikucilkan dan tinggal di Karang Memadu. Ya, Desa Penglipuran di Bangli, Bali ini memang melarang warganya beristri lebih dari satu. Namun tak hanya itu saja yang membuat desa ini patut kita kunjungi kala ke Bali.

Desa ini terletak di kaki Gunung Batur, berjarak sekitar 45 km dari Denpasar Bali. Jelas udaranya sejuk. Bebas polusi lagi! Soalnya, kendaraan bermotor (baik roda dua atau roda empat) tidak boleh masuk ke dalam desa ini. Bagi wisatawan yang datang menggunakan kendaraan bermotor harus memarkir kendaraan di luar desa.

Memasuki areal desa kita sudah langsung disajikan pemandangan yang menarik perhatian. Arsitektur rumah hampir semuanya serupa dan tersusun rapi, mulai dari ujung utama desa sampai bagian hilir desa. Yang lebih unik adalah adanya lorong dari satu rumah ke rumah lain yang saling berhubungan sebagai tanda keharmonisan kehidupan masyarakat setempat.

Menurut kepercayaan masyarakat setempat, kata “Penglipuran” sendiri berasal dari kata Pengeling Pura yang mempunyai makna tempat suci untuk mengenang para leluhur. Desa ini termasuk desa Bali Aga atau desa Bali asli, selain Desa Tenganan. Bendesa Adat Desa Penglipuran, I Wayan Supat menyatakan, keseragaman bangunan tersebut semata-mata membina kebersamaan. Selain itu, mereka berharap bisa terus bersahabat dengan alam sehingga mampu ramah dengan lingkungan.

Keunikan lain terdapat pada aturan aturan adat yang berlaku. Desa ini melarang warga laki-lakinya untuk memiliki istri lebih dari satu. Jika ada warga yang melanggar, maka dia akan dikucilkan dari pemukiman warga umumnya. Tempat pengucilan ini disebut Karang Memadu atau tempat untuk orang beristri lebih dari satu.

Apakah sudah ada warga yang berdiam di Karang Memadu? Menurut Wayan Supat belum ada satu pun sampai saat ini. Lahan itu hanya berupa tanah kosong dengan alang-alang liar tumbuh di sana. Bukti bahwa tak ada warga adat yang berani melanggar aturan tersebut.

Meskipun penduduknya beragama Hindu, masyarakat Desa Penglipuran memiliki kuburan desa. Upacara Ngaben (upacara pembakaran jasad) memang dilakukan, namun hanya untuk mengantarkan roh orang yang meninggal kepada Sang Pencipta.

Selain suasananya yang asri dan sangat mengagumkan, penduduk desa juga sangat ramah terhadap setiap tamu yang datang. Sempat memasuki beberapa rumah yang ada, mereka menyapa dengan ramah. Di dalam rumah dapat menemukan beberapa perajin yang sedang membuat beragam kerajinan khas Bali.

Di sekitar desa ini tersebar hutan bambu yang terdapat sebongkah batu yang menurut masyarakat Penglipuran merupakan kawasan suci. Menarik 'kan? (Joko Dwi Cahyana/Kompas.com)

View Desa Penglipuran in a larger map