Penulis
Intisari-Online.com - Rumah pribadi yang dijadikan museum. Misinya mengembalikan benda heritage Indonesia yang tersebar di pelosok dunia.
Mungkin banyak yang belum tahu bahwa di deretan bangunan rumah, pertokoan, dan kafe di sepanjang Jalan Kemang Timur Raya, Jakarta Selatan, ada satu bangunan yang dijadikan museum. Museum yang namanya cukup eksentrik, Museum di Tengah Kebun, ini tepatnya berada di Kemang Timur Raya No. 66.
Adalah Sjahrial Djalil sang pemilik rumah sekaligus museum ini. Ya, museum ini sebenarnya rumah pribadi milik Sjahrial yang hobimengumpulkan benda antik. Kesukaannya terhadap benda antik dan sejarah semakin menebal setelah dia berteman baik dengan P.K. Ojong, pendiri grup media Kompas Gramedia yang juga menyenangi dunia arkeologi dan sejarah.
Di usianya yang 73 tahun, pengusaha di bidang periklanan ini mengumpulkan benda-benda antik selama 42 tahun. Kini, Sjahrial dibantu oleh keponakannya, Mirza Djalil, mengelola rumah sekaligus museum tersebut.
Rumah seluas 700 m2 bergaya Eropa abad pertengahan dipadupadankan dengan gaya Jawa Klasik itu berdiri di atas lahan seluas 4.200 m2. Sementara ruang sisanya, seluas 3.500 m2,menjadi hamparan kebun hijau yang tertata rapi. “Kalau dari atas, tatanan kebun ini seperti motif batik cirebon, karena Bapak besar di Cirebon,” terang Mirza.
Bata juga antik
Sembari berbaring di tempat tidurnya, Sjahrial mulai menjelaskan sejarah berdirinya “rumah museum” ini. “Rumah yang mulai dibangun pada 1986 ini menggunakan 65.000 batu bata yang diambil dari bongkaran gedung tua peninggalan Belanda berusia 400 tahun,” kata Sjahrial.
Jumlah itu ternyata masih kurang. Akhirnya cari lagi dan dapat bata bekas bangunan badan meteorologi zaman Belanda tahun 1896,dapat 15.000 batu bata. “Engsel pintunya itu dari bekas penjara wanita di Bukit Duri (Jakarta Selatan –Red.) yang dibongkar pada tahun 1984,” lanjut Sjahrial.
Sjahrial meminta arsitek Timmy Setiawan untuk membangun rumah sesuai dengan kehendaknya. Akhirnya pada 2009 rumah tersebut juga difungsikan sebagai museum tempat memajang barang koleksi Sjahrial.
Museum di Tengah Kebun buka pada hari Rabu, Kamis, Sabtu, dan Minggu, pukul 09.30-12.00 WIB dan 12.30-15.00 WIB. Hanya saja, setiap kali kunjungan, hanya diizinkan satu rombongan yang terdiri antara 7-10 orang. “Kami harus membatasi waktu dan jumlah orang, karena ini masih rumah pribadi, dan pemilik rumah juga butuh waktu privasi,” terang Mirza.
Harga tak ternilai
Mirza menuturkan, benda koleksi yang dipajang terdapat 2.414 barang. Kalau ditotal dengan yang di gudang jumlahnya 4.000-an. Tapi banyak yang sama, sehingga tidak dipajang,” cerita Mirza. Semua barang ini dikumpulkan dari seluruh penjuru dunia, 63 negara dan 26 provinsi di Indonesia.
Sembilan puluh persen barang didapat dari balai lelang Christie. Barang koleksi Sjahrial, dijelaskan Mirza, berasal dari Zaman Triassic(250-208 juta tahun lalu) sampai abad ke-20.
Karena berupa rumah, penataan barang-barang tersebar rapi di penjuru rumah. Mulai dari pintu masuk, toilet, dapur, sampai di sudut-sudut kebun terdapat arca-arca bersejarah, lukisan, pernak-pernik perak, benda-benda kubur dari abad pertengahan, dan banyak benda lain yang bikin geleng-geleng kepala.
Geleng-geleng kepala pasti akan banyak pertanyaan saat mengunjungi museum ini. Bagaimana dapatnya? Sejarahnya bagaimana? Berapa harganya? Tenang, Mirza akan menjelaskan semua pertanyaan tersebut. Tapi untuk pertanyaan terakhir, dijamin tidak akan dijawab.
“Lah juri penganugerahan museum terbaik saat itu saja bingung kok, ditanya berapa nilai koleksi ini.”
Museum di Tengah Kebun memang menyabet penghargaan Museum Swasta Terbaik 2013 pada Gelaran Museum Awards yang diselenggarakan oleh Komunitas Jejak Langkah Sejarah. Piala bergilir Gubernur DKI Jakarta terpampang di salah satu sudut meja di rumah ini.
Rasanya memang pantas museum ini mendapat penghargaan tersebut. Penataan barang koleksi yang saksama dengan detail penjelasan untuk tiap barangnya membuat perjalanan menengok tiap sudut museum ini terasa asyik. Ditambah lagi, Sjahrial juga membuat buku yang menerangkan sejarah tiap koleksinya, berikut foto-foto tiap barang.
Cerita mistis
Dijamin, Anda tidak akan berhenti terkesima. Banyak kejutan dari tiap ruangnya. Misalnya, cerita unik di balik pengumpulan koleksi. Salah satunya adalah Arca Dewa Wisnu yang ditemukan secara tidak sengaja di pematang sawah di Jawa Tengah. Bagian belakangarca tersebut rata, maka itu arca tersebut dipakai untuk jembatan oleh petani setempat. “Tapi dasarnya Bapak (Sjahrial) instingnyakuat tentang barang seperti ini, dia tahu saja kalau batu itu sebuah arca,” kata Mirza. Benar saja, ketika dibalik, terdapat pahatan Dewa Wisnu.
Atau beberapa potongan candi tanah liat yang didapatnya dari Amsterdam, Belanda. Dikisahkan Mirza, potongan candi itu berasal dari daerah Jawa Tengah. “Candinya sendiri sudah hancur oleh warga setempat, karena dipakai untuk bahan pewarna semen,” kata Mirza.
Miris memang, banyak benda bersejarah negara ini yang tidak terpelihara dengan baik karena kurangnya kesadaran menjaga bendabersejarah. Yang masih ada, banyak yang justru berada di negeri orang.
“Salah satu misi Bapak (Sjahrial) adalah mengembalikan benda-benda itu kembali ke Indonesia, dengan cara membelinya,” terang Mirza. Selain itu, Mirza menirukan perkataan Sjahrial, jika sudah meninggal nanti, seluruh barang ini akan diwariskan kepada negara. Terutama generasi muda, supaya tetap dirawat, sehingga bisa menjadi sumber pengetahuan sejarah yang kaya.
Waktu 2,5 jam rasanya kurang. Cerita-cerita mengenai barang-barang koleksi yang dituturkan Mirza melayangkan jiwa ke peradabanratusan tahun lampau, ditambah bumbu-bumbu cerita mistis yang mengikuti tiap koleksi.
Boleh percaya boleh tidak, tapi itu salah satu bentuk penghormatan terhadap leluhur juga, ‘kan? (JB Satrio Nugroho/Intisari)
Museum Di Tengah KebunJln. Kemang Timur Raya No. 66Jakarta SelatanBuka: Rabu, Kamis, Sabtu, dan Minggu, pukul 09.30-12.00 WIB dan 12.30-15.00 WIB.