Find Us On Social Media :

Di Korea Utara yang Misterius, Bentuk Rumah Harus Seragam dan Tidak Boleh Lebih dari 3 Tingkat

By Agus Surono, Sabtu, 20 Mei 2017 | 16:30 WIB

Korea Utara: Serba Bersih dan Misterius

Intisari-Online.com - Selama 8 hari, 12 - 18 Juli 2007 lalu, kami menyaksikan kota yang penuh dengan gedung megah dan kehidupan yang tidak dapat dikatakan susah, saat mengunjungi negara Kim Il Sung ini.

Dengan pesawat Ilushin-62, lewat Shen Yang, RRC, kami terbang menuju Pyongyang, Korea Utara. Sebelum berangkat kami sudah diberitahu bahwa telepon genggam tidak boleh dibawa masuk ke Korea Utara.

(Baca juga: Lagi-lagi Korea Utara yang Dicurigai Sebagai Dalang di Belakang Ransomware WannaCry)

Dibawa pun percuma, karena di sana tak ada akses telepon seluler dari luar negeri. Jadi, malam sebelum masuk Korea Utara, kami semua sudah mengeluarkan kartu memory, takut kalau terselip atau tertukar. Paspor juga harus diserahkan ketika melewati pemeriksaan.

Demikianlah, setelah menyerahkan semua paspor dan telepon seluler di bandara, kami menuju The Yanggakdo International Hotel, hotel megah di tepi Sungai Taedong. Hotel itu bertingkat 47, dengan jumlah kamar 1.000 buah. Setidaknya begitu menurut brosur yang kami ambil.

Di tingkat teratas hotel yang kelihatan cukup mewah itu terdapat restoran berputar. Namun ketika malam hari kami mengunjunginya, ternyata sepi. Selain kami, cuma ada dua tamu lain. Walhasil, restoran pun tidak "diputar".

Selain itu pada lantai dasar ada kasino kecil yang dibuka malam hari, entah siang hari. Di hotel itu juga tersedia tempat pemandangan terbuka, lapangan golf seluas 9.000 m2 dan ruangan pesta berkapasitas 850 orang.

(Baca juga: Pada 2015, Menteri Pertahanan Korea Utara Dihukum Mati karena Tidur Saat Acara Resmi)

Pokoknya semua terlihat "wah". Hanya saja selama kami berada di sana tidak banyak pengunjung yang kami jumpai. Kami makan pagi tersendiri di meja panjang dan makanan disajikan oleh pelayan. Semua tampak serba sederhana, tetapi kopi susunya lezat sekali.

Selama di Korea Utara, kami ditemani dua pemandu yang fasih berbahasa Inggris. Kami memang dipesan untuk tidak keluar hotel tanpa pemandu. Bukan apa-apa, mereka hanya khawatir kami tersesat karena kendala bahasa. Orang asing yang kami jumpai selama di sana hanyalah sekelompok orang Eropa, yang tergabung dalam tim pembantu pertanian. Sekolah gratis

Keesokan harinya kami ke Pan Mun Jom melewati kota Kaesong, yang jaraknya hanya 8 km dari batas demarkasi militer itu. Pada zaman Dinasti Koryo, kota ini pernah menjadi ibu kota Korea.

Di sana terdapat kompleks industri Kaesong, sebuah kawasan industri eksklusif yang didirikan oleh Hyundai Asian. Lebih kurang 10.000 pekerja menggantungkan hidupnya di sana. Pinggiran jalan rayanya pun begitu cantik, penuh ditanami tumbuhan bunga pendek berwarna kuning.